Terjemah "Adabul 'Ulama' wal Muta'allimin" karya As-Sumhudi & Maulana 'Alamul Hajar al-Yamani - Bag. 4/9
[3] ADAB GURU KEPADA MURID-MURIDNYA
Dalam hal
ini ada 14 macam adab yang patut diterapkan.
Pertama
Hendaklah dalam
mengajar itu dimaksudkan untuk memperoleh ridha Allah, menyebarkan ilmu,
menghidup-hidupkan syari'at, memelihara keberlangsungan dominasi kebenaran,
menekan kebatilan, mengharap lestarinya kebaikan bagi umat dengan memperbanyak
para ulama' di tengah-tengah mereka, meraih pahala dengan mendidik mereka,
memperoleh pahala dari orang yang ilmunya akan berpangkal kepadanya, juga
berharap keberkahan dari doa dan kasih sayang mereka, menginginkan agar
termasuk dalam matarantai para penyampai ilmu dari Rasulullah kepada para murid
itu serta tergolong para penyampai wahyu dan hukum-hukum Allah. Sebab,
mengajarkan ilmu termasuk urusan agama yang paling penting serta derajat
tertinggi bagi kaum beriman, sebagaimana sudah kami paparkan sebelum ini.
Tentu saja,
pertama-tama, kita harus memohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal yang
menyebabkan terputusnya ilmu, atau menjadikannya keruh, atau mendorong ke arah
terhalang dan punahnya ilmu.
Kedua
Jangan
merasa enggan mengajari murid yang terlihat tidak tulus niatnya, sebab ia masih
bisa diharapkan untuk berubah. Biasanya, kesulitan meluruskan niat banyak
terjadi di kalangan pelajar pemula, disebabkan masih lemahnya jiwa mereka dan
karena belum terbiasa dengan hal itu. Keengganan mengajari kelompok ini akan
menyia-nyiakan banyak bagian dari ilmu itu sendiri, sebab dengan barakah ilmu
seseorang diharapkan untuk berubah dan menjadi lurus, yakni setelah ia semakin
terbiasa dan mengenalnya.
Sebagian
ulama' ada yang berkata, "Kami dulu mencari ilmu bukan karena Allah, namun
ilmu itu sendiri ternyata tidak mau dicari melainkan hanya karena Allah."
Artinya, pada akhirnya ternyata ilmu itu membimbingnya kepada Allah juga.
Hendaknya
seorang guru mendorong para murid pemula untuk meluruskan niat mereka secara
bertahap, dan dia tahu bahwa itu akan berhasil setelah si murid menjadi akrab
dengan ilmu. Dan bahwa dengan barakah baiknya niat pula maka murid bisa
mencapai derajat yang tinggi dalam hal ilmu, amal, kecermatan, beraneka ragam
hikmah, hati yang bersinar terang, dada yang lapang, 'azimah (dorongan
jiwa) yang tepat, mampu mengenali al-haqq, memiliki tindak-tanduk yang
baik, kata-kata yang tajam dan derajat yang mulia.
Ketiga
Sering
memotivasi murid untuk mencari ilmu dengan mengingatkan apa yang telah
disiapkan oleh Allah bagi para ulama', yakni kedudukan-kedudukan yang mulia, dan
bahwa mereka adalah pewaris para nabi, bahwa di akhirat mereka akan ditempatkan
diatas panggung-panggung dari cahaya, dan berbagai hal lain yang terkait dengan
keutamaan ilmu dan ulama' baik berupa ayat al-Qur'an, hadits, berita-berita
generasi terdahulu dan juga syair-syair.
Guru juga
memotivasi murid secara bertahap tentang hal-hal yang dapat membantu dalam menguasai
suatu ilmu, misalnya dengan membatasi diri dalam mempergunakan fasilitas
kemudahan yang berlebih; mencukupkan diri dari dunia sekadar yang diperlukan
saja; bersikap qana'ah terhadap dunia, tidak menyibukkan diri serta tergantung
kepadanya, tidak memenuhi pikirannya dengan masalah duniawi dan dibuat bingung
karenanya. Sebab berpalingnya hati dari bergantung kepada ketamakan duniawi,
terlalu banyak mempunyai benda-benda material dan suka bersedih bila kehilangan
sebagian darinya, maka sikap-sikap itu akan memperkukuh semangatnya, memudahkan
jalan baginya, lebih mulia bagi jiwanya, lebih tinggi bagi kedudukannya, lebih
sedikit orang yang akan iri kepadanya dan lebih kuat dalam menghafal ilmu serta
menambahkannya.
Oleh karena
itu jarang sekali orang yang bisa memperoleh ilmu yang sangat banyak, kecuali
mereka yang sejak awal masa belajarnya dalam keadaan fakir, qana'ah dan
menghindari berburu hal-hal duniawi beserta segala kesenangannya yang fana. Dalam
bab Adab Seorang Murid akan dipaparkan lebih luas lagi, insya-Allah.
Keempat
Mengharap
bagi muridnya apa yang juga sangat ia harap bagi dirinya sendiri, sebagaimana
yang dinyatakan dalam sebuah hadits; dan membenci sesuatu menimpa muridnya yang
ia sendiri tidak suka jika hal itu menimpa dirinya.
Seyogyanya
guru memperhatikan kemaslahatan muridnya dan mempergauli mereka selayaknya ia
mempergauli anaknya yang paling dimuliakan, yakni dengan penuh kasih sayang dan
kelembutan; berlaku baik (ihsan) kepadanya; bersikap sabar atas
kekasaran perangai yang mungkin muncul darinya; atau kekurangan lain dimana
manusia tidak mungkin bebas darinya; atau sikap-sikap kurang ajar (suu'ul
adab) yang sesekali muncul dari mereka; bersedia menerima alasan ('udzur)
mereka selama itu memungkinkan; disertai upaya untuk menghentikan apa yang
terjadi itu dengan nasihat dan sikap yang lemah-lembut, tidak dengan keras dan kasar;
yang semua itu dimaksudkan untuk mendidiknya sebaik-baiknya, memperbaiki
akhlaqnya dan membenahi tindak-tanduknya.
Jika seorang
murid sudah bisa memahami apa yang dikehendaki oleh teguran gurunya dengan
suatu isyarat tertentu, maka tidak perlu ditambahi dengan kalimat langsung.
Namun bila murid tidak kunjung mengerti saat ditegur dengan bahasa isyarat,
barulah ia ditegur dengan kalimat langsung dan tegas. Perhatikan penahapan
dalam masalah ini, dan lakukan dengan menerapkan adab-adab dari Sunnah Nabi. Anjurkan
murid untuk menjalankan akhlaq-akhlaq yang diridhai Allah (mardhiyyah).
Ingatkan mereka terhadap perkara-perkara yang sudah menjadi kultur dan tradisi
selama itu selaras dengan pokok-pokok ajaran Islam.
Kelima
Mempergunakan
ungkapan yang mudah dimengerti dalam pembelajaran, penuh kecermatan dalam
upayanya memahamkan murid, terlebih jika dia sangat mahir dalam masalah ini. Lakukan
dengan kegiatan pendidikan yang paling baik dan proses pencarian yang ekselen (excellent,
jayyid). Doronglah murid untuk mencatat informasi-informasi yang berfaedah
serta mengingat hal-hal yang unik dan langka.
Jangan
sampai seorang guru menyembunyikan ilmu dari muridnya, atau tentang sesuatu
masalah yang ditanyakan kepadanya, apabila dia memiliki kompetensi dalam hal
itu. Sebab, bisa jadi hal itu akan menimbulkan perasaan tidak enak di dalam
dada, membuat hati enggan dan jera, serta mendatangkan kemurungan. Demikian
pula sebaiknya guru tidak memberikan jawaban bila tidak mempunyai keahlian
dalam masalah yang ditanyakan. Sebab, jawaban seseorang yang tidak kompeten
akan mengacaukan pikiran murid dan menghalangi pemahamannya.
Jika murid
menanyakan suatu persoalan yang dapat mengacaukan pikirannya, maka jangan
dijawab. Akan tetapi beritahu dia bahwa hal itu berbahaya baginya dan tidak ada
gunanya, dan bahwasannya larangan yang diberikan kepadanya adalah karena sang
guru sangat menyayangi dan mengasihinya, bukan karena mengabaikannya. Kemudian,
saat itu juga doronglah ia agar bersungguh-sungguh dalam belajar, sehingga pada
masanya nanti ia dapat mencapai keahlian dalam apa yang ditanyakannya itu atau
yang lainnya.
Keenam
Berusaha
keras mendorong murid agar mempelajari dan memahami materi pelajaran dengan mendekatkan
makna yang dapat ditangkap, tidak terlalu banyak menyampaikan materi sehingga
tidak bisa ditampung otak mereka, atau terlalu luas sehingga tidak dapat
dijangkau pikiran mereka.
Kepada siswa
yang cenderung lambat, perjelas ungkapannya dan boleh juga jika keterangan
tertentu diulang secara khusus baginya. Mulailah dengan memberikan gambaran
awal (apersepsi) dan penjelasan pendahuluan kepada siswa, dengan cara
menyajikan contoh-contoh dan menyebutkan dalil-dalil. Batasi pemberian gambaran
awal dan contoh pendahuluan itu hanya bagi mereka yang kira-kira kurang mampu
memahami ujung-pangkal persoalan maupun dalil-dalilnya.
Sebutkan
dalil-dalil dan tempat-tempat pengambilan kemungkinan kesimpulannya. Jelaskan
makna rahasia-rahasia di balik hukum maupun sebab-sebab timbulnya hukum ('illat)
itu, juga hal-hal lain yang terkait dengan masalah tersebut, baik merupakan
cabang (furu') maupun pokok (ushul) persoalan. Juga uraikan
kerancuan yang mungkin timbul dalam hukumnya, takhrij dalilnya, atau
penukilan riwayatnya yang disebabkan oleh kelemahan salah seorang ulama' yang
mengutipnya, sebagai akibat panjangnya masa yang dilalui dalam periwayatan ilmu
itu.
Jangan
menolak untuk mempergunakan kata-kata yang terkadang kita merasa malu untuk
mengatakannya, jika memang dibutuhkan, terlebih bila penjelasan yang kita
berikan tidak akan sempurna kecuali dengan menyebutkan kata-kata itu. Jika
kata-kata itu bisa diwakili oleh kiasan tertentu dan makna yang dikehendaki pun
dapat diungkapkan secara sempurna, maka tidak perlu dipergunakan ungkapan
aslinya dan cukup dengan kiasannya saja.
Demikian
pula bila di majelis itu ada sebuah nama yang tidak pantas disebutkan karena
orang yang bersangkutan hadir disitu, atau karena masalah yang dibicarakan
sangat tersembunyi sifatnya, maka sebaiknya kata-kata yang dimaksud itu
diungkap dengan kiasannya saja. Hal yang sejalan dengan ini berikut aneka ragam
kondisinya masing-masing dapat ditemukan dalam hadits-hadits Nabi shalla-llahu
'alaihi wa aalihi wasallam, dimana terkadang diungkap secara lugas dan
langsung, terkadang dipakai kiasannya.
Ketujuh
Setelah
selesai menyampaikan suatu materi, tidak masalah jika guru melemparkan
pertanyaan kepada murid untuk menguji pemahaman serta ketepatan mereka
menangkap apa yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikan ucapan terima kasih
kepada murid yang menampakkan penguasaan dan pemahaman yang baik dimana ia
berulang kali menjawab dengan benar. Bagi siswa yang belum paham, maka guru
bersikap lembut dengan kesediaannya untuk mengulangi penjelasannya sekali lagi.
Tujuan dari
pemberian pertanyaan semacam ini terkait dengan kebiasaan murid yang sering
merasa malu untuk mengatakan "saya belum mengerti", entah karena
segan membebani guru agar mengulang kembali penjelasannya, atau karena
keterbatasan waktu, atau merasa malu kepada hadirin lainnya, atau supaya proses
pembacaan dan penjelasan tidak menjadi terhambat karena kekurangpahamannya itu.
Ada yang
mengatakan bahwa tidak selayaknya seorang guru bertanya kepada muridnya: "sudah
paham?" kecuali jika ia tahu pasti bahwa jawabannya tidak selalu
"ya" pada saat mereka belum mengerti. Bila guru yakin bahwa mereka tidak
akan berkata jujur, entah karena malu atau sebab-sebab yang lain, maka jangan
bertanya kepada mereka tentang hal ini. Sangat boleh jadi mereka akan berbohong
dengan mengatakan "ya, sudah paham" karena sebab-sebab diatas –
padahal sebetulnya mereka belum paham.
Seyogyanya
pula guru menyuruh murid-muridnya untuk saling membantu dan belajar bersama,
sebagaimana akan kami paparkan pada tempatnya nanti, insya-Allah.
Mintalah mereka mengulangi penjelasan guru diantara sesama mereka sendiri setelah
pelajaran berakhir, supaya ingatan mereka semakin kuat dan pemahaman mereka
semakin kokoh. Sebab pada dasarnya guru telah menganjurkan murid-muridnya untuk
mempergunakan pikiran mereka, sekaligus memaksa mereka untuk melakukan
pengecekan dan pemeriksaan detil.
Kedelapan
Dalam
waktu-waktu tertentu, boleh meminta siswa untuk mengulang kembali sebagian
materi yang sudah dihafal dan menguji penguasaan mereka terhadapnya, misalnya
dengan mengajukan sekilas kaidah-kaidah penting, masalah-masalah yang unik,
menguji siswa dengan suatu dasar yang telah ditetapkan atau kaidah yang
disebutkan. Jika ada siswa yang menjawab dengan benar, jangan sembunyikan
ketakjuban dan berikan penghargaan kepadanya di hadapan teman-temannya, agar dia
dan yang lainnya semakin termotivasi untuk menambah pengetahuannya.
Jika
terlihat ada siswa yang tertinggal dibanding lainnya, sementara guru tidak
khawatir siswa tersebut menjadi patah arang, maka ia boleh ditegur secara agak
keras. Dorong ia agar memiliki semangat yang menyala-nyala, berusaha meraih
kedudukan yang tinggi dalam mencari ilmu. Terutama sekali bagi siswa tertentu
yang diketahui semakin bersemangat jika ditegur dengan keras oleh gurunya, dan
penghargaan akan menambah 'tenaganya'.
Sebaiknya
guru mengulangi hal-hal yang perlu diulangi kembali penjelasannya, dengan
tujuan agar pemahaman siswanya semakin kuat menghunjam.
Kesembilan
Jika melihat
murid yang berupaya melebihi sewajarnya atau di luar kemampuannya, dan guru
khawatir hal itu membuatnya jenuh, maka nasihatilah ia agar menyayangi diri
sendiri. Ingatkan ia terhadap sabda-sabda Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa
aalihi wasallam atau yang semacamnya yang mendorongnya untuk bersikap
tenang dan mengendalikan diri dalam berusaha. Demikian pula jika terjadi
kejenuhan, kebosanan, atau tanda-tanda awal munculnya gejala seperti itu dalam
diri siswa, maka suruh ia untuk beristirahat dan sedikit mengurangi
aktifitasnya.
Jangan meminta
siswa untuk mempelajari suatu materi yang belum bisa dijangkau pemikiran dan
usia mereka, atau membaca suatu buku yang tidak mungkin bisa mereka mengerti.
Jika seorang siswa yang belum diketahui kapasitas pemahaman dan penguasaan
ilmunya meminta saran seorang guru untuk membaca suatu disiplin ilmu atau buku
tertentu, maka jangan buru-buru memberi saran sebelum menguji pemikirannya dan mengetahui
seperti apa kondisi dia yang sebenarnya. Jika keadaan tidak memungkinkan maka
sarankan dia untuk membaca buku rujukan yang paling ringan dalam disiplin ilmu
yang dikehendakinya. Jika terlihat bahwa pikirannya mampu untuk menangkap dan
pemahamannya pun baik, maka naikkan dia untuk membaca buku yang lebih sesuai
dengan kadar pemikirannya itu. Bila tidak seperti itu kejadiannya, maka jangan
diteruskan. Sebab, memindahkan seorang siswa kepada buku lain dimana pemindahan
itu menunjukkan baiknya tingkat pemikirannya, maka hal itu akan memperkuat
semangatnya. Sedangkan jika dia dipindah kepada tingkatan lain yang menunjukkan
lemahnya pemahamannya maka hal itu justru akan melemahkan motivasinya.
Tidak
mungkin seorang siswa untuk menekuni dua disiplin ilmu atau lebih sekaligus,
jika dia belum menguasainya dengan baik. Sebaiknya ia mendahulukan ilmu-ilmu
yang paling penting, baru disusul oleh peringkat di bawahnya, sebagaimana yang
akan kami paparkan nanti, insya-Allah. Jika seorang siswa menyadari atau
memiliki keyakinan tertentu bahwa ia tidak akan berhasil dalam suatu disiplin
ilmu tertentu, maka seorang guru boleh menyarankannya untuk meninggalkan ilmu
itu dan beralih ke bidang lain yang diharapkan bisa berhasil dikuasai.
Kesepuluh
Mengingatkan
murid kepada kaidah-kaidah utama yang tidak bisa dilepaskan dari suatu disiplin
ilmu tertentu. Baik itu bersifat mutlak dan tidak mungkin ditinggalkan seperti "harus
didahulukannya penyebab langsung dibanding yang tidak langsung" dalam
kasus jaminan dan penggantian kerusakan; atau bersifat umum dan hanya sesekali
terjadi seperti kasus diharuskannya "sumpah bagi tertuduh jika tidak ada
bukti (dari penuduh)". Banyak lagi kaidah lain yang sejenis ini dalam
setiap disiplin ilmu.
Demikian
pula murid harus memahami setiap dasar atau ushul yang menjadi landasan
utama setiap disiplin ilmu, seperti tafsir, hadits, ushuluddin, fiqh, nahwu,
tashrif, bahasa, dan lain sebagainya. Pengetahuan itu bisa diperoleh
dengan membaca buku rujukan dalam disiplin ilmu terkait atau diketahui secara
bertahap. Ini semua perlu diberikan selama guru yang bersangkutan menguasai
berbagai disiplin ilmu dimaksud. Jika tidak maka sebaiknya tidak memaksakan
diri. Cukuplah ia memberitahu muridnya hal-hal yang berada dalam jangkauan pengetahuannya.
Satu hal lagi
yang seyogyanya juga diketahui adalah nama-nama para sahabat Nabi yang
terkenal, para tabi'in dan imam-imam kaum muslimin, para ulama' Ahli Bait yang
suci dan mengamalkan ilmunya, ahli zuhud dan kebajikan di kalangan ulama' muhaqqiqin,
berikut adab-adab terpuji yang bisa dicontoh dari kehidupan mereka dan tindak-tanduk
mereka yang unik, sehingga dari hari ke hari murid dapat mengumpulkan faedah
yang banyak.
Kesebelas
Jangan melebihkan
kasih-sayang dan perhatian kepada salah seorang murid dibanding selainnya di
hadapan teman-temannya, padahal mereka sama dan setingkat dalam usia,
kelebihan, pencapaian maupun komitmen beragama. Sebab, boleh jadi tindakan
pilih-kasih itu membuat mereka murung dan kecil hati. Namun bila salah seorang
dari mereka memang mempunyai kelebihan khusus, maka tidak mengapa sang guru
menampakkan penghargaan kepadanya atas hal itu, sebab yang demikian akan
mendorong dan memotivasi mereka untuk berusaha mencapai prestasi yang sama.
Jangan mendahulukan
salah seorang murid sehingga menggeser giliran temannya, kecuali jika
menurutnya dalam tindakan tersebut dapat diperoleh maslahat baru selain
usaha menjaga ketertiban antrian, atau jika temannya memang merelakan gilirannya
diloncati. Hal ini akan dibahas lebih rinci pada tempatnya nanti, insya-Allah.
Hendaknya
seorang guru menampakkan cinta dan simpati kepada murid-muridnya yang tampak
hadir, serta menyebut-nyebut muridnya yang tidak hadir dengan pujian yang baik
dan menyebut-nyebut kebaikannya. Hendaknya pula ia berusaha mencari tahu
nama-nama, garis nasab, asal daerah dan latar belakang murid-muridnya;
sekaligus banyak-banyak mendoakan mereka.
Keduabelas
Mengawasi
kondisi murid dalam hal adab, sikap dan perilakunya baik yang lahir maupun
batin. Jika terlihat ada sesuatu yang tidak pantas maka segera ingatkan, misalnya
terjadi tindakan yang makruh, haram, menyebabkan rusaknya perilaku, mendorong
ke arah tindakan yang melenceng dari aktifitas belajar, sikap kurang etis
kepada guru atau figur lainnya, terlalu banyak berbicara yang tidak jelas arah
tujuan maupun gunanya, bergaul dengan orang yang tidak layak digauli, atau
hal-hal lain yang akan kami jelaskan dalam bab Adab Seorang Pelajar, insya-Allah.
Dalam hal
ini, guru mengingatkan di hadapan semua murid dengan menyebut tindakan yang
keliru itu tanpa menyebut nama pelakunya. Jika ia belum berhenti, maka ia
diingatkan secara pribadi dan menunjukkan letak kekeliruannya secukupnya. Jika
belum berhenti juga, boleh diingatkan di depan umum secara terbuka, dan boleh
dipergunakan peringatan keras; semoga saja ia atau teman-temannya mau berhenti;
dan supaya semua orang yang mendengarnya dapat mengambil pelajaran. Jika masih
tidak mau berhenti juga maka tidak mengapa ia diusir dan dibiarkan, sampai ia
benar-benar kembali ke jalan yang benar.
Demikian
pula guru harus memperhatikan hal-hal yang akan merawat interaksi diantara
sesama siswa, seperti menyebarkan salam, berbicara sopan, saling mencintai,
saling menolong dalam kebaikan dan taqwa, juga dalam mencapai tujuan-tujuan
bersama mereka selama menuntut ilmu.
Ketigabelas
Berusaha
untuk membantu mewujudkan kebaikan bagi murid dan menjaga fokus mental mereka,
menolong mereka dengan memanfaatkan segala yang ia miliki seperti status sosial
maupun harta – jika mampu untuk itu – serta menjaga agar agama murid tetap
selamat dan tidak terjerumus dalam bahaya. Sesungguhnya Allah senantiasa
menolong seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya. Barangsiapa yang
berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa
yang memudahkan seseorang yang sedang kesulitan maka Allah akan memudahkan
perhitungan amalnya pada hari kiamat kelak. Terlebih-lebih pertolongan itu
dalam kaitannya dengan mencari ilmu.
Bila
diantara murid atau peserta kajiannya ada yang absen di luar kelaziman, hendaklah
guru menanyakannya. Jika tidak ada yang tahu beritanya, maka ia bisa mengirim
orang untuk mencari tahu. Namun, mendatangi sendiri rumah murid yang
bersangkutan itu lebih utama. Jika dia sakit maka guru menjenguknya. Bila dia
ditimpa kesusahan maka guru membantu meringankannya. Bila dia sedang
membutuhkan sesuatu maka guru berusaha menolongnya. Bila dia bepergian maka
guru memperhatikan keluarganya dan orang-orang yang bersangkutan dengannya. Juga,
membantu keluarganya itu, memenuhi kebutuhan mereka dan menyambung silaturrahim
selama masih dimungkinkan. Bila tidak bisa melakukan satu pun dari apa yang
disebutkan di muka, maka guru menampakkan cinta dan perhatian kepadanya, serta
berdoa untuk kebaikannya. Sebab, ketahuilah bahwa murid yang shalih adalah jauh
lebih banyak memberi balasan kepada gurunya, berupa kebaikan dunia dan akhirat,
dibandingkan orang yang paling disayang maupun keluarga paling dekat dari guru
tersebut.
Keempatbelas
Bersikap
rendah hati (tawadhu') kepada semua murid dan orang-orang yang meminta
bimbingan kepadanya, yakni saat guru melaksanakan kewajibannya baik terkait
dengan hak-hak Allah maupun hak-hak murid. Juga bersikap luwes dan akrab. Allah
berfirman dalam QS asy-Syu'ara': 215.
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman."
Dalam sebuah
hadits shahih diriwayatkan bahwa Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa
aalihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah ta'ala mewahyukan
kepadaku: supaya kalian semua bersikap tawadhu', dan bahwa tidak seorang
pun yang bersikap tawadhu' melainkan Allah akan meninggikannya."
Ini adalah
anjuran bersikap tawadhu' kepada setiap orang secara umum. Lalu bagaimana
dengan orang-orang yang memiliki hak sebagai kawan, kehormatan berupa sering
bertemu, kasih-sayang yang tulus dan kemuliaan berupa mencari ilmu? Maka,
mereka ini ibarat anak-anak kandungnya sendiri. Dalam sebuah hadits dinyatakan,
"Bersikap lemah-lembutlah kalian kepada orang yang belajar kepada kalian
(murid) dan kepada orang yang kalian belajar darinya (guru)."
Dikisahkan
dari al-Fadhl, beliau berkata, "Sesungguhnya Allah mencintai seorang 'alim
yang tawadhu' dan membenci yang angkuh; dan barangsiapa yang bersikap tawadhu'
semata-mata karena Allah niscaya Allah akan memberinya hikmah."
Hendaklah
guru bercakap-cakap dengan mempergunakan panggilan kehormatan murid atau yang
serupa itu, yakni menggunakan nama panggilan yang paling mereka sukai, juga
yang di dalamnya terkandung makna penghormatan dan pemuliaan. Diriwayatkan dari
'Aisyah radhiya-llahu 'anha bahwa beliau berkata, "Rasulullah suka
memberi gelar kehormatan kepada sahabat-sahabatnya karena beliau ingin
memuliakan mereka."
Hendaknya
guru menyambut murid-muridnya tatkala berjumpa dengan mereka atau tatkala
mereka datang. Guru juga memuliakan mereka saat mereka duduk di dekatnya, lalu berakrab-akrab
dengan menanyakan kabar serta keadaan mereka. Hendaknya guru bergaul dengan
mereka dengan wajah cerah, tampak sumringah (gembira) dan simpatik.
Sikap ini layak dilebihkan bila berhadapan dengan murid yang diharapkan
keberuntungannya, tampak kebaikannya dan diingini agar hikmah tertanam dalam
hatinya. []
--- bersambung ---
Link terkait:
1 - Bagian 1 : Pengantar penerjemah
2 - Bagian 2 : Adab guru kepada ilmunya
3 - Bagian 3 : Adab guru dalam mengajar
4 - Bagian 4 : Adab guru kepada murid-muridnya
5 - Bagian 5 : Adab pribadi seorang murid
6 - Bagian 6 : Adab murid kepada gurunya dan teladannya
7 - Bagian 7 : Adab murid dalam belajar
8 - Bagian 8 : Adab kepada buku sebagai sarana ilmu
9 - Bagian 9 : Penutup (Adab Ahli Bait Nabi)
Link terkait:
1 - Bagian 1 : Pengantar penerjemah
2 - Bagian 2 : Adab guru kepada ilmunya
3 - Bagian 3 : Adab guru dalam mengajar
4 - Bagian 4 : Adab guru kepada murid-muridnya
5 - Bagian 5 : Adab pribadi seorang murid
6 - Bagian 6 : Adab murid kepada gurunya dan teladannya
7 - Bagian 7 : Adab murid dalam belajar
8 - Bagian 8 : Adab kepada buku sebagai sarana ilmu
9 - Bagian 9 : Penutup (Adab Ahli Bait Nabi)