MUKHTASHAR AL-KHISHAL AL-MUKAFFIRAH
[ ringkasan tentang
perkara-perkara yang bisa menghapuskan dosa ]
Penyusun : Al-Hafizh Jalaluddin ‘Abdurrahman
as-Suyuthi
Penerbit : Darul Basya’ir al-Islamiyah,
Beirut
Cet./thn. : pertama, 1432 H / 2011 M
Muhaqqiq : Rasyid bin ‘Amir bin
‘Abdullah al-Ghufaili
بسم الله الرحمن الرحيم
MUQADDIMAH
Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon
pertolongan-Nya, dan mengharap ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan-keburukan
diri kami sendiri, juga dari kejelekan-kejelekan amal perbuatan kami. Siapa pun
yang diberi hidayat oleh Allah, niscaya tidak ada yang bisa menyesatkannya; dan
siapa pun yang telah Dia sesatkan, niscaya tidak ada yang bisa menunjukinya. Kami
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, satu-satu-Nya,
tidak ada sekutu bagi-Nya; dan kami pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan Rasul-Nya.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.” (Qs. Ali 'Imran: 102)
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan
isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Qs. an-Nisa': 1)
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Barangsiapa menaati Allah
dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Qs. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du:
Sesungguhnya Allah ta’ala telah memberi karunia kepada
hamba-hamba-Nya berupa pengampunan atas dosa-dosa mereka, dan Dia menyifati
diri-Nya sendiri sebagai “Dzat yang mengampuni dosa dan Penerima taubat.”
Oleh karenanya, terdapat beberapa perkara yang bisa
menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu maupun akan datang itu. Beberapa hadits
yang dimuat dalam kitab-kitab sunnah juga memuat hal ini. Namun, hadits-hadits
ini tidak bisa lepas dari cacat tertentu di dalamnya, meskipun sebagian bisa
naik kepada tingkatan hasan.
Sebagian hafizh sangat serius mengumpulkan hadits-hadits
yang memuat masalah ini, dan mereka pun menganalisis sanad-sanad-nya. Diantara
mereka ada al-Hafizh al-Mundziri, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, as-Suyuthi,
as-Samhudi, dan lain-lain.
Karya al-Hafizh Hbnu Hajar al-‘Asqalani sudah dicetak, yaitu Ma’rifatu
al-Khishal al-Mukaffirah Li Adz-Dzunub Al-Mutaqaddimah Wal Muta’akhkhirah. Demikian
pula karya al-Qabuni yang berjudul Bisyaratul Mahbub, kemudian nazham
milik al-Hafizh as-Suyuthi, karya ‘Abdul Hamid Qudus berjudul Dhiya’us Syamsi
adh-Dhahiyah, dan karya al-Kattani berjudul Syifa’ul Asqam Wal Aalam.
Saya sendiri telah men-tahqiq karya al-Haththab al-Maliki
yang berjudul Tafrihu al-Qulub.
Nah, sekarang saya hendak melengkapi nazham yang diberkahi
ini dengan menerbitkan karya as-Suyuthi yang berjudul al-Khishal
al-Mukaffirah.
Karya ini merupakan ringkasan dari karya al-Hafizh Ibnu
Hajar.
Karya as-Suyuthi ini sangat ringkas sekali. Di dalamnya
beliau mencukupkan diri dengan mengutip hadits-hadits dengan disandarkan kepada
ulama’-ulama’ yang meriwayatkannya. Saya memohon kepada Allah semoga karya ini
bermanfaat, sebagaimana Dia telah menjadikan karya aslinya juga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan karunia-Nya segala
kebaikan menjadi sempurna.
Ditulis oleh,
Rasyid bin ‘Amir bin ‘Abdullah al-Ghufaili
Ahad sore, 02/11/1431 H.
[*]
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi
Allah, rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
penghulu kita, Muhammad, juga segenap keluarga, dan seluruh sahabatnya. Wa
ba’du:
Ini adalah risalah
dimana saya meringkaskan perkara-perkara terpuji y`ng bisa menghapuskan
dosa-dosa, baik yang telah lalu maupun akan datang.
Al-Hafizh Ibnu Hajar
sudah pernah menyusun sebuah kitab (dalam tema ini) yang beliau beri judul
Al-Khishal Al-Mukaffirah Li Adz-Dzunub Al-Mutaqaddimah Wal Muta’akhkhirah, artinya: “perkara-perkara
terpuji yang bisa menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu maupun akan datang”. Sebelum itu, sebenarnya beliau sudah didahului oleh al-Hafizh
al-Mundziri.
Saya berpikir untuk
meringkaskan hadits-haditsnya, agar bisa diambil faedahnya.
1 –
أَخْرَجَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِى مُسْنَدِهِ وَ مُصَنَّفِهِ وَأَبُوْ بَكْرٍ المَرْوَزِيُّ
فِى مُسْنَدِهِ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ
: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : لاَ يُسْبِغُ
عَبْدٌ الْوُضُوْءَ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
1 – Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan hadits dalam Musnad-nya
dan Mushannaf-nya, juga Abu Bakar al-Marwazi dalam Musnad-nya,
serta al-Bazzar, bersumber dari ‘Utsman bin ‘Affan, semoga Allah meridhainya,
beliau berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Tidaklah seorang hamba menyempurnakan wudhu’ melainkan diampuni
dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[1]
2 –
أَخْرَجَ أَبُوْ عَوَانَةَ فِي صَحِيْحِهِ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ رَضِيَ
الله تَعَالَى عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
الله رَضِيْتُ بِاللهِ تَعَالَى رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا – وَفِى لَفْظٍ : وَرَسُوْلاً – غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
2 –
Abu ‘Awanah mengeluarkan hadits dalam Shahih-nya, bersumber dari Sa’ad
bin Abi Waqqash, semoga Allah meridhainya, beliau berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berkata, pada saat ia
mendengar (suara) mu’adzdzin: asyhadu alla ilaha illallah, radhitu billahi
ta’ala rabban, wa bil islami dinan, wa bi muhammadin nabiyyan” – dalam
redaksi lain (ada tambahan): wa rasulan – niscaya diampuni dosanya
yang telah lalu maupun akan datang.”[2]
3 –
أَخْرَجَ اِبْنُ وَهْبٍ فِى مُصَنَّفِهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ
قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا
أَمَّنَ اْلإِمَامُ فَأَمِّنُوْا فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُؤَمِّنُ فَمَنْ وَافَقَ
تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرَ
3 –
Ibnu Wahb mengeluarkan hadits dalam Mushannaf-nya, bersumber dari Abu
Hurairah, semoga Allah meridhainya, beliau berkata: saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika imam
mengucapkan ‘amin’, maka ucapkanlah ‘amin’, karena sesungguhnya para malaikat
pun mengucapkan ‘amin’ pula. Barangsiapa yang ucapan ‘amin’-nya bersamaan
dengan ucapan ‘amin’ para malaikat, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun
akan datang.”[3]
4 –
أَخْرَجَ آدَمُ ابْنُ أَبِى إِيَاسٍ فِى كِتَابِ الثَّوَابِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي
طَالِبٍ كَرَّمَ الله وَجْهَهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى سَجْدَةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ ذُنُوْبُهُ كُلُّهَا مَا تَقَدَّمَ مِنْهَا وَمَا تَأَخَّرَ إِلاَّ الْقِصَاصَ
4 –
Adam bin Abi Iyas mengeluarkan hadits dalam Kitab ats-Tsawab, bersumber
dari ‘Ali bin Abi Thalib, semoga Allah memuliakan wajahnya, beliau
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersaba, “Barangsiapa
yang mengerjakan shalat Dhuha sebanyak dua rakaat dengan penuh keimanan dan
mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampuni semua dosa-dosanya, baik yang
telah lalu maupun akan datang, kecuali qishash.”[4]
5 –
وَأَخْرَجَ أَبُو السَّعْدِ الْقُشَيْرِيُّ فِى الأَرْبَعِيْنَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ
قَرَأَ إِذَا سَلَّمَ الإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَبْلَ أَنْ يُثْنِى رِجْلَيْهِ
فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَ (قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ) وَ (قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ)
وَ (قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ) سَبْعًا سَبْعًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ وَمَا
تَأَخَّرَ
5 –
Abu as-Sa’ad al-Qusyairi mengeluarkan hadits dalam kitab al-Arba’in,
bersumber dari Anas, semoga Allah meridhainya, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
membaca – ketika imam telah mengucapkan salam pada hari Jum’at, sebelum ia
menyilangkan kedua kakinya – surah al-Fatihah, Qul huwallahu ahad, Qul a’udzu
bi-rabbil falaq, dan Qul a’udzu bi-rabbinnas, masing-masing sebanyak 7 kali,
niscaya diampuni (dosanya) yang telah lalu maupun akan datang.”[5]
6 –
وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
6 –
Ahmad mengeluarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, semoga Allah
meridhainya, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam di bulan Ramadhan
dengan penuh keimanan dan semata-mata mengharap pahala dari Allah niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[6]
7 –
وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
6 –
Ahmad mengeluarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, semoga Allah
meridhainya, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan
dan semata-mata mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosanya yang telah
lalu maupun akan datang.”[7]
8 –
وَأَخْرَجَ النَّسَائِى فِى الْكَبِيْرِ وَقَاسِمُ بْنُ الأَصْبُغِ فِى مُصَنَّفِهِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ وَمَنْ قَامَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرَ
8 –
An-Nasa’i mengeluarkan hadits dalam al-Kabir, dan Qasim bin al-Ashbugh
dalam Mushannaf-nya, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam di bulan Ramadhan
dengan penuh keimanan dan semata-mata mengharap pahala dari Allah niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang. Barangsiapa yang
mengerjakan shalat malam pada saat Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan semata-mata
mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun
akan datang.”[8]
9 –
وَأَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ وَالْبَيْهَقِىّ فِى الشُّعَبِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ
الله عَنْهَا أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
: مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ أَوْ عُمْرَةٍ مِنَ الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى إِلَى الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ وَوَجَبَتْ لَهُ
الْجَنَّةَ
9 –
Abu Dawud dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab mengeluarkan hadits bersumber
dari Ummu Salamah, semoga Allah meridhainya, bahwa beliau mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
mengeraskan suaranya membaca Talbiyah karena berhaji atau umrah mulai dari
Masjidil Aqsha sampai ke Masjidil Haram, niscaya diampuni dosanya yang telah
lalu maupun akan datang, dan ia pasti mendapat surga.”[9]
[1] Dikeluarkan oleh
al-Bazzar, dalam Kasyfu al-Astar, no. 262, dan beliau berkata, “Kami
tidak mengetahui hadits yang disandarkan sanad-nya oleh Muhammad bin
Ka’ab, dari Hamran, kecuali hadits ini.” Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan
oleh al-Bazzar, para perawinya bisa dipercaya (muwatstsaqun), dan hadits
ini hasan, insya-Allah.” Ibnu Rajab berkata, “Isnad-nya la
ba’sa bihi (tidak ada masalah padanya).”
[2] Arti dari bacaan
tersebut: “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain
Allah. Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad
sebagai Nabi dan Rasulku.” Lihat: Musnad Abi ‘Awanah, I/340. Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata dalam Ma’rifatu al-Khishal, hal. 39, “Hadits ini juga
dikeluarkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah,
namun tidak ada kalimat wa ma ta’akhkhara (maupun yang akan datang)
dalam riwayat mereka.”
[3] Al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata, “Perhatian: Al-Ghazali menyitir tambahan “yang telah lalu maupun
akan datang” dalam al-Wasith dan al-Wajiz, menurut Ibnu
ash-Shalah: tambahan ini tidah shahih, dan tidak seperti yang
dikatakannya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam jalur-jalur periwayatan
hadits yang memuat masalah ini.” Lihat: at-Talkhish al-Habir,
I/239. – Setahu kami, riwayat ini juga dikeluarkan al-Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, dan lain-lain,
namun tidak ada kalimat: wa ma ta’akhkhara (maupun yang akan datang)
dalam riwayat mereka. [pen]
[4] Redaksi ini disalin
dari manuskrip aslinya. Dalam riwayat lain, kata sajdah (artinya: sujud)
dibaca sub-hah (artinya: shalat sunnah) dan syuf’ah
(artinya: shalat penggenap). Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, “Isnad-nya dha’if
jiddan (sangat lemah).” Menurut al-Haththab dalam Tafrihu
al-Qulub, hal. 53, sumber asli hadits ini terdapat dalam Sunan
at-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah, berasal dari hadits Abu Hurairah,
beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang memelihara shalat sunnah Dhuha niscaya diampuni dosa-dosanya, walau
(banyaknya) bagaikan buih di lautan.”
[5] Lihat: Dha’if
al-Jami’, no. 5758, dan beliau
(Syaikh al-Albani) berkata: maudhu’ (hadits palsu). Al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata dalam Ma’rifatu al-Khishal hal. 49, “Di dalam isnad-nya
terdapat kelemahan yang sangat amat parah.”
[6] Musnad
Ahmad, I/529, tetapi tanpa kalimat: wa ma
ta’akhkhara. Al-Haththab berkata dalam Tafrihul Qulub
hal. 70, “Hadits ini juga dikeluarkan dalam ash-Shahihain, tanpa
kalimat: wa ma ta’akhkhara di dalamnya. Diriwayatkan dari Ibnu Jama’ah
at-Tunisi al-Maliki, dalam kitabnya yang berjudul Fardhu al-‘Ain, tambahan
wa ma ta’akhkhara ini yang bersumber dari Abu Dawud, namun tidak ada
dalam Sunan karya beliau.”
[7] Musnad
Ahmad, II/358. Al-Haitsami berkata,
“Diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya bisa dipercaya (muwatstsaqun),
hanya saja Hammad ragu-ragu apakah riwayat ini maushul atau mursal.”
– Setahu kami, riwayat ini juga dikutip oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan
an-Nasa’i, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, semuanya dari Abu Hurairah,
dalam redaksi yang disatukan dengan riwayat sebelumnya (yakni, tentang shalat
malam di bulan Ramadhan itu). Namun, seluruhnya tanpa tambahan kalimat wa ma
ta’khkhara. Menurut Syaikh Syu’aib al-Arna’uth dalam takhrij beliau
atas Musnad Ahmad, tambahan wa ma ta’akhkhara adalah syadzdzah
(janggal, tidak umum), hanya diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah, dari
Muhammad bin ‘Amr. Menurut Ibnu Hajar dalam Tahdzibu at-Tahdzib,
Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah al-Laitsi ini merupakan perawi yang jujur, namun
terkadang tidak pas dalam mengutip riwayat (shaduq lahu awham). Mungkin,
disinilah letak masalahnya. Wallahu a’lam. [pen]
[8] As-Sunan
al-Kubra, II/88. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam
Fathul Bari, IV/251, “Qutaibah menambahkan kalimat wa ma
ta’akhkhara, yang bersumber dari Sufyan dalam riwayat an-Nasa’i. Demikian
pula Hamid bin Yahya menambahkannya dalam riwayat Qasim bin Ashbugh, lalu
al-Husain bin Hasan al-Marwazi dalam kitab Shiyam-nya, Hisyam bin ‘Ammar
dalam juz ke-12 dari Fawa’id-nya, dan Yusuf bin Ya’qub an-Najahi dalam Fawa’id-nya,
seluruhnya dari Ibnu ‘Uyainah.”
[9] Dikeluarkan Abu Dawud
dalam Sunan-nya, no. 1741. Riwayat ini dinyatakan lemah oleh Syaikh
al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ no. 5493 dan Dha’if Abi Dawud no.
1471. Adapun al-Baihaqi, beliau mengutipnya dalam Syu’abu al-Iman no.
4027. Riwayat ini juga dinilai lemah oleh Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah
adh-Dha’ifah no. 211. Menurut al,Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Khishal,
begitulah bunyi kalimat terakhir riwayat diatas dalam naskah asli milik beliau,
dengan wawu tanpa alif sebelumnya, yakni: wa wajabat
lahu al-jannah. Maksudnya, jika ada alif, yakni: aw, maka
maknanya adalah: “atau”, bukan “dan”. Menurut beliau, tampaknya keraguan ini
bersumber dari Ibnu Abi Fudaik, salah seorang perawinya, sebab beliau terkadang
meriwayatkannya dengan “dan” terkadang dengan “atau”.