NGAJI BARENG SURAH AK-MULK (10)
Ayat 19-21
أَوَلَمْ يَرَوْا
إِلَى الطَّيْرِ
فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ
وَيَقْبِضْنَ ۚ مَا يُمْسِكُهُنَّ
إِلَّا الرَّحْمَٰنُ
ۚ إِنَّهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ بَصِيرٌ (19)
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung
yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang
menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
segala sesuatu."
أَمَّنْ هَٰذَا
الَّذِي هُوَ
جُنْدٌ لَكُمْ
يَنْصُرُكُمْ مِنْ
دُونِ الرَّحْمَٰنِ
ۚ إِنِ الْكَافِرُونَ
إِلَّا فِي
غُرُورٍ (20)
"Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan
menolongmu selain Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain
hanyalah dalam (keadaan) tertipu."
أَمَّنْ هَٰذَا
الَّذِي يَرْزُقُكُمْ
إِنْ أَمْسَكَ
رِزْقَهُ ۚ بَلْ لَجُّوا
فِي عُتُوٍّ
وَنُفُورٍ (21)
"Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah
menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus-menerus dalam kesombongan dan
menjauhkan diri?"
Sebagian 'ibrah bagi kita dari ayat-ayat di atas:
Ayat-ayat ini merupakan kelanjutan ancaman dan peringatan Allah kepada
siapa saja yang enggan beriman. Allah mempertanyakan alasan di balik
pembangkangan yang mereka pertahankan di hadapan segenap bukti yang tergelar di
alam semesta. Ada tiga persoalan yang disitir di sini, yaitu (1) burung yang
terbang di udara, (2) pelindung dalam peperangan, dan (3) pemberi rezeki.
PERTAMA. Burung yang terbang di udara adalah tamsil hidup kita di bumi:
keajaiban yang terkepung aneka kondisi ekstrem. Terbang adalah keistimewaan
yang menakjuban, tapi andai bukan karena Allah menahannya burung bisa
terjerembab jatuh sewaktu-waktu. Kehidupan di bumi adalah anugerah agung yang
dikepung bahaya dari segala arah. Dari ruang angkasa kita terancam paparan
radiasi mematikan, tumbukan meteor, dsb. Di saat bersamaan, perut bumi membara
dan bergejolak, lautan bergelora, daratan terus bergerak, angin berputar, dll.
Andai Allah tidak menahan semua itu dalam batas-batas tertentu, pasti kita
telah binasa. Mengapa masih selalu merasa kurang dan belum bersyukur?
KEDUA. Ingatlah sejarah bangsa ini, Indonesia: lebih dari 70 tahun silam,
di zaman revolusi. Siapakah yang memenangkan bambu runcing melawan artileri
berat, pesawat tempur, senjata api, dan tank? Siapakah yang menjayakan rakyat
sipil tak terlatih di hadapan balatentara yang baru saja memenangi Perang Dunia
II? Dengan pekikan takbirlah jenderal mereka gentar, bahkan tewas. Apa semua
itu karena hebatnya bangsamu, atau karena besarnya pertolongan Allah? Jangan
tertipu oleh angan-angan kosong, seperti para durjana yang sok hebat dan
mengelabui masyarakat dengan retorika palsunya!
"Ghurur" (غرور) artinya mempercayai sesuatu terjadi
berdasar praduga saja, sedangkan fakta sebenarnya tidak demikian. Itulah
pikiran kaum kafir dan mereka yang terhijab dari Allah. Apa yang mereka sangka
benar dan fakta, sesungguhnya hanya khayalan kosong belaka.
Pada ayat-ayat terdahulu telah diingatkan anugerah-anugerah Allah bagi
kita, agar bersyukur dan beriman. Di sini, kembali diulang dalam nada retoris: jika
Allah menghentikan rezeki-Nya, siapa yang bisa menggantikan-Nya untuk mencukupi
kebutuhan kita?
KETIGA. Pada ayat 21 ini digunakan fi'il mudhori' (kata kerja bentuk
sekarang/akan datang) yaitu "yarzuqukum" (يرزقكم), artinya:
"Dia memberi kalian rezeki", untuk mengisyaratkan makna kontinuitas.
Sebab, di antara makna fi'il mudhori' adalah menunjukkan suatu aktivitas yang
sedang & akan terus berlangsung. Singkatnya, rezeki dari Allah terus
mengalir baik kita minta atau tidak, sadari atau tidak, mukmin atau kafir, taat
atau maksiat. Itulah mengapa di sini disitir nama Allah "Ar-Rahman",
Dzat yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu di dunia ini.
"Ar-Rahman" (الرحمن) diulang 4 kali dalam surah Al-Mulk, yaitu
pada ayat 3, 19, 20, 29. Ini dikarenakan akutnya penolakan manusia, eksplisit
maupun implisit. Dulu bangsa Arab mengakui Allah, tapi menolak jika
"Ar-Rahman" dilekatkan kepada-Nya, seperti direkam surah Al-Furqan:
60.
وَإِذَا قِيلَ
لَهُمُ اسْجُدُوا
لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا
وَمَا الرَّحْمَٰنُ
أَنَسْجُدُ لِمَا
تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ
نُفُورًا
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu
sekalian kepada yang Maha Penyayang", mereka menjawab: "Siapakah yang
Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan
kami(bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh
(dari iman)."
Manusia merasakan dan menikmati keberlimpahan karunia Ar-Rahman, tetapi
beribadah dan tunduk kepada "tuhan" yang lain. Mereka tahu itu, tapi
--- ayat 21 menyebut mereka --- "lajjuu fi 'utuwwin wa nufuur" (لجّوا
في عتوّ ونفور). "Lajja" (لجّ) artinya
terus-menerus dan bersikeras melakukan suatu perbuatan yang dilarang.
"'Utuwwun" (عتوّ) artinya terpental/gelisah/tidak tenang berada dalam ketaatan.
"Nufuur" (نفور) artinya gelisah/tidak tenang terhadap sesuatu sehingga
menjauhkan diri darinya. Singkatnya, ayat ini mencela perilaku sebagian manusia
yang membandel dalam kubangan perbuatan yang dilarang, yaitu tidak istiqomah di
jalan ketaatan dan justru menjauh dari Allah, meski mereka sadar dan tetap
menikmati pemberian-Nya dengan penuh sukacita. Ironis!
Wallahu
a'lam.