NGAJI BARENG SURAH AL-MULK (8)
Ayat 15
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ لَكُمُ
الْأَرْضَ ذَلُولًا
فَامْشُوا فِي
مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا
مِنْ رِزْقِهِ
ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (15)
"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah (kamu) dibangkitkan."
Kita memetik banyak 'ibrah dari sini, antara lain:
Allah telah memudahkan bumi ini untuk kita semua hidup di dalamnya. Namun,
agar kita bisa menikmatinya, kita disuruh berupaya, sehingga tidak boleh ada
yang memakan hasil kerja orang lain secara batil. Tidak boleh merampas hak
orang lain dengan cara apa pun. Juga, tidak boleh duduk bermalas-malasan.
Istilah "rizqu" (الرزق) dalam Al-Quran
merujuk pada makna: pemberian yang terus mengalir, atau hak bagian, atau apa
yang dikonsumsi sebagai makanan.
Dalam Al-Quran, air hujan juga disebut rezeki, karena ia mengalir dari
Allah dan merupakan penyebab bagi aneka karunia lainnya. Jangan anggap rezeki
hanya uang dan gaji. Sebanyak apa pun uang kita tidak ada artinya jika hujan
ditahan dan bumi tidak menumbuhkan apa-apa. Allah berfirman:
وَنَزَّلْنَا
مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً مُبَارَكًا
فَأَنْبَتْنَا بِهِ
جَنَّاتٍ وَحَبَّ
الْحَصِيدِ (9) وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا
طَلْعٌ نَضِيدٌ (10) رِزْقًا لِلْعِبَادِ
ۖ وَأَحْيَيْنَا بِهِ
بَلْدَةً مَيْتًا
ۚ كَذَٰلِكَ الْخُرُوجُ (11)
"Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya
lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang
diketam. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang
bersusun-susun. Untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan
dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya
kebangkitan." (QS. Qaaf: 9-11)
Pada ayat 15 surah Al-Mulk ini, Allah menyebut "rezeki-Nya",
dengan menyandarkan rezeki itu kepada diri-Nya. Artinya, pada hakikatnya semua
yang kita dapatkan adalah milik Allah. Dia-lah yang menciptakannya, juga
memudahkan kita untuk mendapatkannya.
Maka jangan egois dan sok kuasa, karena pada dasarnya kita hanya mengelola
dan memanfaatkan, bukan pemilik sejati. Kepemilikan yang diatur dalam Syari'at
adalah agar tidak terjadi "chaos", dengan tetap memperhatikan
kemanfaatan bagi sebanyak mungkin umat manusia. Dari sini kita mengerti mengapa
ada anjuran dan kewajiban zakat, sedekah, infaq, kurban atas apa yang diperoleh
melalui usaha-usaha itu; sekaligus larangan menimbun (ihtikar),
pelit, menipu, spekulasi, riba, dst.
Dalam ayat 15 ini, bumi dipersonifikasikan sedemikian menarik. Kata
"manaakib" (مناكب) adalah bentuk jamak dari "mankib" (منكب), makna aslinya:
bahu/pundak. Para ulama' kemudian menafsirkannya beragam, seperti
"gunung-gunung", atau "segala penjuru" (seperti dalam
terjemah di atas). Namun, ungkapan aslinya jauh lebih hidup. Seolah-olah bumi
adalah seorang raksasa dan kita semua berjalan di pundaknya. Bumi memikul kita
semua. Gambaran ini sangat unik, karena memberi imaji betapa kita pun harus mau
berusaha untuk meraih karunia Allah, sebagaimana bumi pun memikul sendiri
segenap titipan karunia itu untuk diantarkan kepada kita. Jangan malas!
Ayat ini ditutup dengan pernyataan: "dan hanya kepada-Nya-lah
(kamu) dibangkitkan." Ada pesan tersirat darinya, bahwa kelak kita
semua akan dibangkitkan dan menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan
seluruh sepak-terjang kita selama di dunia, termasuk dalam perkara dari mana
mendapat rezeki dan ke mana memanfaatkannya? Jangan sembarangan, sebelum
terlambat dan mempersulit diri sendiri di akhirat nanti.
Wallahu a'lam.