Bismillahirrahmanirrahim
MELURUSKAN
SHOF, MERAPATKAN UKHUWAH
Bila Anda
mampir di mushalla atau masjid mana pun di negeri ini, amatilah shof (barisan) shalat
berjamaah kaum muslimin di dalamnya. Anda akan temui bahwa kebanyakan barisan itu renggang,
tidak lurus, dan putus di sana-sini. Banyak pula yang dengan entengnya membuat
shof baru, padahal shof di depannya masih belum penuh. Amati pula masjid dan
mushalla tempat Anda shalat sekarang. Bagaimana keadaannya?
Tidak
rapinya shof shalat kaum muslimin sebenarnya bukan perkara sepele. Menurut
Rasulullah, lurus dan rapatnya shof adalah pertanda lurusnya hati dan rapatnya
ukhuwah. Abu Mas’ud al-Anshari bercerita, “Dulu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sering mengelus pundak-pundak kami dalam (persiapan)
shalat, seraya bersabda: ‘Luruskan dan jangan bengkok, sehingga menjadi
bengkok pula hati-hati kalian. Hendaklah yang tepat berada di belakangku adalah
orang-orang pandai dan berakal, kemudian tingkatan di bawah mereka, kemudian
tingkatan di bawah mereka.” (Riwayat Muslim).
Bara’ bin
Azib juga menceritakan kebiasaan Rasulullah tersebut, “Dulu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam biasa menyusup di sela-sela shof dari sisi ke sisi (yang
lain). Beliau mengusap dada dan pundak kami, seraya bersabda: ‘Jangan
bengkok, sehingga menjadi bengkok pula hati-hati kalian.” (Riwayat Abu
Dawud. Hadits shahih).
Nu’man bin
Basyir juga bercerita: Rasulullah bersabda, “Sungguh hendaknya kalian
meluruskan shof-shof kalian, atau (jika tidak) sungguh Allah akan membuat
wajah-wajah kalian saling berselisih.” (Riwayat Bukhari). Maksudnya: ditimbulkan-Nya
perselisihan, permusuhan, dan kebencian di antara sesama muslim.
Sekarang,
kita jadi mengerti mengapa ukhuwah kaum muslimin tidak kunjung kokoh. Bila
shof-shof shalat berjamaah kita masih berantakan dan tidak keruan, jangan harap
hati-hati kita bisa dipersatukan. Allah Maha Tahu bagaimana menautkan hati-hati
hamba-Nya, dan Dia membimbing kita untuk terlebih dahulu bersedia merapatkan
tubuh dalam shalat berjamaah, sebelum dirapatkan-Nya dalam kehidupan
bermasyarakat. Jika badan wadak kita ini masih enggan saling bersentuhan, maka
ruh kita pun lebih sukar lagi untuk dipertemukan.
Bayangkan,
sekedar untuk merapatkan barisan 5 orang di sebuah mushalla kecil saja kita
tidak sanggup, apakah pantas mengharap bersatunya 200 juta kaum muslimin di
Indonesia? Bagaimana dengan 1,6 milyar kaum muslimin di seluruh dunia? Jangan
mimpi! Hanya jika para imam di seluruh masjid dan mushalla sudah bisa mengomando
jamaahnya untuk merapatkan dan meluruskan shof, baru pada saat itulah persatuan
Islam menjadi kenyataan.
Bukankah
banyak para imam yang mengucapkan: “sawwuu shufuufakum, fa inna taswiyatas
shufufi min tamaamis shalaah”, sebelum mereka bertakbir? Artinya: “luruskan
shof-shof kalian, sebab lurusnya shof merupakan bagian dari kesempurnaan
shalat.” Akan tetapi, siapakah yang mematuhi komando ini? Adakah kata-katanya
dituruti? Jika seorang imam yang kita angkat sendiri dalam shalat lima waktu tidak
kita patuhi, bagaimana dengan khalifah atau amirul mu’minin?
Akankah kita termasuk orang-orang yang berdiri di belakangnya dengan penuh
takzim, atau justru berbaris di hadapannya dengan sikap bermusuhan?
Rasulullah
sendiri menyatakan bahwa rapatnya shof adalah karunia istimewa yang hanya
diberikan oleh Allah kepada kaum muslimin. Beliau bersabda, “Kita dilebihkan
di atas seluruh umat manusia dengan tiga hal, yaitu: shof-shof kita dijadikan
seperti shof-shof para malaikat, seluruh bumi dijadikan sebagai masjid untuk
kita, dan debu tanahnya dijadikan sebagai alat bersuci bila kita tidak
menemukan air.” (Riwayat Muslim, dari Hudzaifah).
Bagaimanakah
shof para malaikat itu? Samurah berkata: Rasulullah pernah bertanya kepada
kami, “Mengapa kalian tidak berbaris seperti para malaikat di sisi
Tuhannya?” Kami balik bertanya, “Bagaimana cara malaikat berbaris di sisi
Tuhannya?” Beliau menjelaskan, “Mereka memenuhi barisan-barisan yang terdepan,
dan saling merapatkan barisannya.” (Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dan
Ibnu Majah).
Nu’man bin
Basyir juga bercerita, “Dulu Rasulullah biasa meluruskan shof-shof kami,
seakan-akan beliau sedang meluruskan batang anak panah (pada saat meraut dan
membuatnya), sampai akhirnya beliau menilai kami benar-benar telah mengerti
maksud beliau. Kemudian, pada suatu hari, beliau keluar lalu berdiri dan hampir
saja bertakbir, tapi beliau melihat seseorang yang dadanya tampak lebih maju dari
barisan. Beliau pun berseru: ‘Wahai hamba-hamba Allah, sungguh hendaknya
kalian luruskan shof-shof kalian, atau (jika tidak) Allah akan membuat
wajah-wajah kalian saling berselisih.” (Riwayat Muslim).
Anas bin
Malik bahkan menceritakannya lebih detil lagi. Beliau mengutip sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Luruskanlah shof-shof kalian, sebab
aku bisa melihat kalian dari balik punggungku.” Anas kemudian berkata,
“Dulu salah seorang dari kami mendempetkan pundaknya dengan pundak temannya,
juga telapak kakinya dengan telapak kaki temannya.” (Riwayat Bukhari).
Senada
dengannya adalah hadits yang diceritakan Nu’man bin Basyir, “Rasulullah
menghadapkan wajahnya kepada orang-orang, lalu bersabda: ‘Luruskan shof-shof
kalian (beliau mengucapkannya tiga kali). Demi Allah, sungguh hendaknya kalian meluruskan
shof-shof kalian, atau (jika tidak) Allah benar-benar akan membuat hati-hati
kalian saling berselisih.” Nu’man berkata, “Saya melihat seseorang
mendempetkan pundaknya dengan pundak temannya, lututnya dengan lutut temannya,
dan mata kakinya dengan mata kaki temannya.” (Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih).
Inilah
bimbingan Rasulullah dalam shalat berjamaah. Jangan anggap enteng masalah ini. Mari
mulai menegakkan persatuan kaum muslimin dengan merapikan barisan shalat berjamaah
di masjid dan mushalla kita. Semoga setelah itu Allah menata dan menautkan
hati-hati kita, seluruhnya. Amin. Wallahu a’lam.
[*] Alimin
Mukhtar. Selasa, 29 Muharram 1435 H. Pernah dipublikasikan melalui Lembar Tausiyah BMH Malang