Memberi salam dengan sempurna


Bismillahirrahmanirrahim
 

MEMBERI SALAM DENGAN SEMPURNA

Saat ini, ada banyak sekali salam aneh-aneh di sekitar kita, dengan beragam bentuk dan tujuannya masing-masing. Ada “salam satu jiwa” yang sering diserukan oleh Aremania, ada juga “salam SCTV” yang biasa diucapkan penyiar salah satu stasiun televisi swasta. Lebih aneh lagi ketika ia dijadikan kata majemuk dengan tambahan atribut tertentu, seperti salam manis, salam kenal, dan salam tempel. Pertanyaannya: apa sebenarnya arti “salam” bagi seorang muslim?


Secara bahasa, “salam” artinya sehat dan selamat. Allah disebut dengan as-salaam karena Dia selamat dari segala macam aib dan cacat yang biasa menempel pada makhluk. Surga disebut juga Daarus Salaam karena ia merupakan rumah Allah, Dzat yang tidak menyandang kekurangan sedikit pun. Oleh karenanya pula, ketika para Sahabat mengucapkan as-salaamu ‘alallaahi (salam kepada Allah), Rasulullah melarangnya. Beliau bersabda, “Jangan katakan as-salaamu ‘alallaahi, sebab Allah adalah as-salaam itu sendiri. Akan tetapi, katakan: at-tahiyyaatu lillaahi was shalawaatu wat thayyibaatu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud).
Oleh sebab itu pulalah kita dilarang menjawab salam ketika sedang buang hajat. Sebab, di dalamnya terkandung dzikir menyebut nama Allah, padahal kita dilarang berdzikir atau membaca Al-Qur’an pada saat seperti itu. Ibnu ‘Umar menceritakan bahwa suatu kali seseorang mengucapkan salam kepada Rasulullah, sementara beliau sedang buang air kecil, maka beliau tidak menjawabnya. (Riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Jadi, makna pertama “salam” bagi seorang muslim adalah dzikir. Mengucapkan salam berarti berdzikir menyebut nama Allah. Semakin banyak diucapkan, maka semakin besar pula pahalanya.
Pada saat bersamaan, redaksi ucapan salam sendiri sebetulnya merupakan doa. Kalimat “assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu” berarti: semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah terlimpah kepadamu. Alhasil, ketika mengucapkan salam kepada seseorang pada hakikatnya kita sedang mendoakannya. Demikian pula jawaban dia kepada kita. Jadi, ucapan salam bukan sekedar sapaan atau basa-basi. Salam memiliki makna spiritual yang sangat mendalam. Oleh karenanya pula ia tidak bisa digantikan dengan sapaan-sapaan lain seperti selamat pagi, good morning, atau kulo nuwun. Makna salam sebagai doa inilah yang sangat disadari oleh para Sahabat, sehingga terkadang mereka berusaha mendapatkan doa ini dari orang lain dengan cara-cara yang unik.
Dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah mengunjungi Sa’ad bin ‘Ubadah di rumahnya. Ketika itu, Sa’ad ada di dalam rumah dan tahu bahwa yang bertamu adalah Rasulullah. “Assalamu ‘alaikum warahmatullah,” kata beliau di depan pintu. Sa’ad pun menjawabnya dengan suara lirih yang tidak terdengar oleh beliau. Qais (putra Sa’ad) yang saat itu juga ada di dalam rumah terheran-heran oleh tindakan ayahnya sehingga bertanya, “Mengapa Ayah tidak mengizinkan Rasulullah masuk?” Sa’ad menjawab, “Biarkan, agar beliau banyak mendoakan keselamatan untuk kita.” “Assalamu ‘alaikum warahmatullah,” Rasulullah mengulang kembali salamnya. Seperti yang pertama, Sa’ad menjawabnya dengan suara lirih. “Assalamu ‘alaikum warahmatullah,” Rasulullah mengucapkan salam untuk ketiga kalinya, dan Sa’ad pun kembali menjawabnya dengan suara lirih. Karena menyangka Sa’ad tidak ada di rumah, beliau pun berbalik pulang. Sa’ad pun bergegas keluar dan berkata, “Wahai Rasulullah, sebenarnya saya mendengar salam Anda dan menjawabnya dengan suara pelan, agar Anda banyak mendoakan keselamatan atas kami.” (Riwayat Abu Dawud dan Ahmad. Sanad-nya lemah).
Sahabat lain, al-Bara’ bin ‘Azib bercerita, “Saya sangat suka shalat di (barisan) sebelah kanan Nabi, sebab apabila beliau telah membaca salam maka beliau akan menghadapkan wajahnya kepada kami.” – atau: “mendahulukan kami dengan ucapan salamnya.” (Riwayat ‘Abdurrazzaq, no. 2478).
Ibnu ‘Umar juga bercerita, “Sungguh saya pernah keluar ke pasar sementara saya tidak punya keperluan apa pun selain untuk mengucapkan salam dan diberi ucapan salam.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah, no. 25746).
Dengan demikian, sebetulnya sangatlah tidak tepat bila kita memendekkan ucapan salam dengan singkatan-singkatan tak bermakna, terutama dalam pesan singkat (SMS) seperti: “ass”, “aww”, “slm”, “www”, dsb. Kata-kata ini tidak mengandung doa sedikit pun, bahkan salah satunya memiliki pengertian yang sangat jorok dan menghina. Dalam bahasa Inggris, kata “ass” berarti keledai, orang bodoh, dan pantat. Jika pesan singkat seperti ini kita kirimkan kepada orang Inggris asli, ia pasti tersinggung dan marah. Bagaimana mungkin kita mengganti ucapan salam penghormatan Islam yang sangat indah dengan ejekan seburuk itu?
Pada dasarnya, pesan singkat (SMS) adalah pengganti kata-kata yang kita ucapkan secara lisan. Tentu saja sangat tidak lazim jika kita bertemu seseorang lalu menyapanya dengan “ass”, atau “aww”, atau “slm”. Pasti sangat menggelikan dan aneh. Minimal, kita akan melontarkan salam tersingkat: assalamu ‘alaikum. Inilah kalimat yang diajarkan oleh Islam. Kita pun wajib melestarikannya. Jangan sayang mengetikkan karakter sedikit lebih banyak, sebab pulsa yang kita keluarkan tidak ada apa-apanya dibanding pahala mengamalkan Sunnah Nabi.
Di sisi lain, ada juga sebagian orang yang mengucapkan salam namun tidak serius dan sekenanya. Ungkapannya tidak lengkap atau dilafalkan secara serampangan, misalnya: “kum” “lekum”, atau “slamlekom”. Ini pun samasekali bukan doa maupun dzikir. Tanpa makna, sia-sia, tidak berpahala. Mengapa tidak dilontarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh takzim?
Jadi, mari mengucapkan dan menulis salam dengan sempurna, sebab ia adalah dzikir sekaligus doa. Wallahu a’lam.

[*] Alimin Mukhtar. Selasa, 18 Dzulqa’dah 1434 H. Pernah dipublikasikan oleh Lembar Tausiyah BMH Malang, Bogor, Tarakan, Ponorogo, dan Madiun.