Bismillahirrahmanirrahim
OBAT GALAU
“Galau” adalah istilah yang populer di kalangan anak muda sekarang. Bila disebut istilah ini, kebanyakan mereka tersenyum simpul dan segera mengerti apa maksudnya. Namun biasanya “galau” mengalami penyempitan makna sebatas keresahan akibat kacaunya hubungan asmara, atau kegelisahan pikiran akibat hal-hal yang berkaitan dengan cinta. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “galau” artinya sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran).
“Galau” adalah istilah yang populer di kalangan anak muda sekarang. Bila disebut istilah ini, kebanyakan mereka tersenyum simpul dan segera mengerti apa maksudnya. Namun biasanya “galau” mengalami penyempitan makna sebatas keresahan akibat kacaunya hubungan asmara, atau kegelisahan pikiran akibat hal-hal yang berkaitan dengan cinta. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “galau” artinya sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran).
Sebenarnya,
galau atau resah adalah kondisi pikiran yang bisa menimpa setiap orang, tidak
pandang usia. Persoalan yang memicunya juga tidak terbatas pada urusan cinta,
namun bisa mencakup segala hal seperti kesehatan, pekerjaan, keluarga, teman, harta,
pendidikan, dsb. Perwujudannya pun bisa sangat beragam, seperti berwajah muram,
tatapan mata yang sayu, badan kurus dan lemah, mengurung diri, eksplosif dan emosional,
bahkan tertimpa penyakit-penyakit fisik dan psikis yang kronis.
Ketika
sedang galau, yang menarik dicermati adalah apa tindakan seseorang untuk
meredakannya? Sebagian orang ada yang memilih tidur seharian sehingga
melalaikan banyak kewajiban dan tanggung jawab, baik terhadap Allah, diri
sendiri, keluarga maupun masyarakat. Ada lagi yang bermain game selama
berjam-jam, menonton beberapa film secara berantai, pergi ke gunung atau
pantai, surfing di internet, menekuni hobbi, dsb. Di beberapa kota
besar, berkembang pula metode terapi melalui Meditasi dan Yoga.
Sebagai
muslim, pertanyaannya adalah: apa yang diajarkan oleh Islam untuk mengurangi,
meredakan, dan melenyapkan keresahan hati? Hudzaifah bin al-Yaman, seorang Sahabat Nabi, menceritakan bahwa dulu
bila Rasulullah dihadang oleh persoalan yang
sangat berat atau dibuat sedih oleh
sesuatu hal, beliau pasti mengerjakan shalat,
yakni shalat sunnah. (Riwayat Abu Dawud. Hadits hasan). Begitulah, sebab dengan doa dan kekhusyuan di dalamnya maka hati menjadi
tenang dan lebih mudah menemukan jalan keluar.
Terkait
riwayat diatas, Syaikh ‘Abdurrauf Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir,
“Sebab shalat adalah penolong untuk mengusir semua keresahan akibat datangnya musibah,
berkat pertolongan Allah Sang Maha Pencipta. Dengan musibah itu sebenarnya Allah
ingin mendorong seseorang agar menghadap dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Barangsiapa yang menghadap kepada Pelindungnya maka Dia akan membentenginya dan
Dia sendiri yang akan turun menangani urusannya. Sebab, orang itu telah
berpaling dari semua selain-Nya. Demikianlah tindakan setiap pembesar kepada
siapa saja yang secara total menghadapkan diri kepadanya.”
Pernah
dikisahkan pula bahwa ada seseorang dari suku Khuza’ah yang merasa sangat kelelahan, lalu berkata, “Aduh, andai saja aku bisa shalat, sehingga aku bisa beristirahat.” Ucapannya ini dikritik orang banyak, namun dia menjawabnya dengan berkata, “Aku mendengar
Rasulullah bersabda: ‘Hai
Bilal, (serukan) iqamah untuk shalat!
Istirahatkanlah kami dengannya!’” –
yakni, dengan shalat. (Riwayat Abu Dawud, Ahmad, dan al-Baihaqi dalam al-Kubra.
Hadits shahih).
Jadi,
inilah obat kegalauan hati yang dicontohkan oleh Nabi, yang juga selaras
dengan firman Allah: “Ketahuilah, dengan mengingat Allah (dzikrullah) maka
hati menjadi tenang.” (Qs. ar-Ra’d: 28). Sebagaimana dimaklumi, shalat
sendiri dipenuhi dengan dzikir dan doa, atau merupakan dzikir dan doa yang
paling utama.
Tentu
saja, contoh beliau jauh lebih baik. Shalat yang dilakukan dengan khusyu’ bukan
hanya menenangkan hati, namun juga berpahala. Ada banyak sekali ganjaran dan
keutamaan shalat yang sudah akrab kita dengar. Pilihan beliau juga
memperlihatkan perbedaan mencolok dengan sebagian dari kita di zaman sekarang,
dimana jika sedang menghadapi masalah pelik justru berharap agar “diistirahatkan
dari shalat”, alias libur darinya! Astaghfirullah.
Sebagai
muslim, sangatlah tidak pantas – bahkan berbahaya – untuk meredakan kegelisahan
hati dengan mempraktikkan metode-metode yang berasal dari sistem kepercayaan dan
budaya di luar Islam, semisal Meditasi dan Yoga. Menurut World Book
Encyclopedia 2005 Deluxe Edition, Yoga bisa mengandung dua pengertian,
yaitu aliran pemikiran dalam agama Hindu, atau sistem latihan mental dan fisik
yang dikembangkan oleh aliran tersebut. Aliran ini banyak merujuk kepada
Upanishad, yaitu bagian terakhir dari rangkaian Weda. Para penganutnya (disebut
Yogi atau Yogin) menggunakan Yoga untuk mencapai pembebasan jiwa dari penjara
tubuh dan pikiran. Dalam latihannya, Yogi akan dibimbing melalui delapan
tingkatan, dimana tingkat ketujuh adalah dhyana (meditasi) dan yang
kedelapan adalah samadhi. Tingkat terakhir dan tertinggi ini dicapai
ketika seseorang telah merasakan jiwa yang murni, bebas, dan kosong (realize that their soul
is pure and free, and empty of all content). Padahal, menurut Islam, semestinya hati manusia tidak boleh dibiarkan
kosong, akan tetapi harus selalu diisi dengan kesadaran dan dzikir. Sebab, jika
ia kosong, yang akan masuk adalah bisikan setan. Di saat bersamaan, meditasi
dan semedi merupakan bagian dari Delapan Jalan Kebenaran atau Roda Dharma dalam
Buddhisme. Alhasil, metode ini sangat rawan dan berbahaya (dari sisi akidah),
karena penuh dengan syubhat dan ajaran dari sistem kepercayaan di luar
Islam.
Jadi,
jika kita merasa galau, kembalilah kepada cara dan metode Islam untuk
meredakannya. Shalat hanya salah satunya. Masih ada banyak pilihan lainnya. Jangan
mengekor budaya dan sistem kepercayaan lain. Bisa jadi, bukannya menjadi
tenang, tetapi tanpa disadari justru tersesat ke dalam kegelapan tak bertepi. Na’udzu
billah. Wallahu a’lam.
[*] Alimin Mukhtar. Senin, 26
Muharram 1434 H. Pernah diterbitkan melalui Lembar Tausiyah BMH dan www.hidayatullah.com