بسم الله الرحمن الرحيم
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ
لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لاَ
يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ
حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (70)
Artinya, “Dan tinggalkanlah orang-orang yang
menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah
ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar
masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya
sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at
selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun,
niscaya tidak akan diterima itu darinya. Mereka itulah orang-orang yang
dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang
sedang mendidih dan adzab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.”
Maksudnya, kita diperintahkan untuk menjauhi
orang-orang yang menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau, yaitu kaum
kafir dan juga Yahudi-Nasrani. Yang dimaksud “memperolokkan agama” adalah: (a)
bila mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, mereka mengejek dan meremehkannya;
(b) mereka mematuhi aturan agama hanya yang sesuai seleranya, sebagaimana
mereka bermain-main dengan sesuatu yang sejalan keinginannya; (c) mereka
memelihara dan menjaga agamanya jika mau dan sedang ada mood,
sebagaimana mereka akan bermain sesuatu jika ada keinginan dan mood
kesana. Ini adalah cermin ketaatan beragama yang palsu dan tidak bisa dipercaya
ketulusannya.
Namun, diatas semua itu kita tetap
diperintahkan untuk mengingatkan mereka dengan ayat-ayat Al-Qur’an ini, supaya
mereka tidak semakin terjerat kesesatannya. Jika mereka terus-menerus dibiarkan
dan tidak ditolong selama di dunia ini, maka kelak di akhirat tidak akan ada
yang mampu membantunya, yakni memberi syafa’at. Sebab, Allah tidak akan
menerima syafa’at untuk kaum kafir. Syafa'at adalah usaha
perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan
sesuatu mudharat dari orang lain.
Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa perbuatan
tidak serius dalam beragama atau – yang lebih parah – mengejek agama akan
membawa akibat yang menakutkan. Menurut para ulama’, kata ( تُبْسَلَ )
dalam ayat ini memiliki tujuh pengertian, yang sebenarnya satu sama lain saling
berkait dan saling menjelaskan: (1) dibiarkan menuju kehancuran, (2)
dipermalukan, (3) didorong/dicampakkan, (4) dibinasakan, (5) ditahan dan
disiksa, (6) diberi balasan, (7) tergadai oleh amalnya.
Perintah menjauhi mereka ada kaitan
dengan ayat terdahulu, yakni agar kita tidak termasuk golongan mereka, agar mereka
mulai merasa bahwa ada ketidakberesan dalam dirinya, dan supaya mereka tidak
malah merasa benar dan semakin merajalela kekufuran serta kesalahannya. Tentu
perintah “menjauhi” itu setelah didahului amar ma’ruf nahi munkar dengan
memperhatikan adab dan tatacaranya.
قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَنْفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا
وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ
الشَّيَاطِينُ فِي الأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا
قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
(71)
Artinya, “Katakanlah: "Apakah kita akan
menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada
kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita? Dan (apakah) kita
akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti
orang yang telah disesatkan oleh syetan di pesawangan yang menakutkan; dalam
keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang
lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar
menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.”
Maksudnya, ini adalah penegasan prinsip tauhid, dan
kita diperintahkan untuk konsisten berpegang pada Islam serta tidak kembali
kepada kekufuran maupun perbuatan syirik. Orang yang tidak konsisten itu pada
dasarnya mengikuti jalan syetan, seperti orang yang bepergian di padang sahara
lalu disesatkan oleh bayangan syetan sehingga tidak tahu harus kemana. Ia
berada dalam ketakutan yang sangat, karena semua jalan di depan matanya tidak
ada yang memberinya kepastian menuju keselamatan. Proses penyesatan itu bisa
jadi dengan cara syetan membuatnya memandang indah dan benar segala
tindak-tanduk tercela yang dilakukannya. Dibisikkannya dalih dan alasan yang
bisa menjadi pembenar tindakan sesat serta maksiat itu, sehingga ia tidak
menyesal dan tidak pernah bertaubat. Kelak, tiba-tiba kesalahan-kesalahannya
itu mengepungnya dari segala penjuru dan membuatnya bingung, tidak tahu harus
bagaimana. Na’udzu billah.
Demikianlah, jika manusia telah
disesatkan oleh syetan, maka seruan-seruan untuk kembali ke jalan yang lurus akan
terasa pahit dan menjengkelkan. Ia pasti enggan dan tidak mau menurut, sebab ia
merasa benar dalam seluruh tindakan dan perilakunya. Boleh jadi ia justru marah
dan melakukan perlawanan bahkan penindasan kepada orang-orang yang mengajaknya
ke jalan kebaikan tersebut. Dalam situasi ini, kita diberi peneguh, "Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar
menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” Sebab, terkadang pemusuhan
orang lain membuat kita sedih dan nyaris putus asa, bahkan terbersit sedikit
keraguan terhadap kebenaran jalan yang kita yakini.
وَأَنْ أَقِيمُوا الصَّلاةَ وَاتَّقُوهُ وَهُوَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
(72)
Artinya, “Dan agar menegakkan shalat serta
bertaqwa kepada-Nya". Dan, Dia lah Tuhan yang kepada-Nyalah kamu akan
dihimpunkan.”
Maksudnya, ayat ini merupakan suatu penghiburan dan
resep menghadapi situasi-situasi sulit dalam mengamalkan dan mendakwahkan agama
Allah. Pertama, kita diperintahkan tetap yakin dan berpegang
teguh kepada Islam, sebagaimana disebutkan di akhir ayat ke-71. Kedua,
kita diminta untuk selalu menegakkan shalat, sebagai sarana memelihara kedekatan
hubungan dengan Allah. Dengan itulah Allah akan memelihara keyakinan, semangat
dan visi kita. Jika shalat kita kendor maka pasti keyakinan, semangat dan visi
kita juga akan melempem. Ketiga, kita diperintahkan untuk
senantiasa bertaqwa kepada-Nya, dengan memelihara batas-batas perintah dan
larangan-Nya sesempurna mungkin. Shalat dikhususkan disini karena ia merupakan
pilar agama. Jika ia baik, maka amal-amal lain akan mengikutinya. Demikian pula
sebaliknya.
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِالْحَقِّ وَيَوْمَ
يَقُولُ كُنْ فَيَكُونُ قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ
عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (73)
Artinya, “Dan Dia lah yang menciptakan langit dan
bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu dia mengatakan:
"Jadilah, lalu terjadilah." Dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di
waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dia lah
yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Maksudnya, ini merupakan gambaran kekuasaan dan
kehebatan Allah ta’ala. Dia lah yang benar-benar telah menciptakan
langit dan bumi dengan mudahnya. Ada suatu hikmah yang Dia kehendaki sari semua
itu. Di tangan-Nya pula kelak kekuasaan akan kembali, yakni pada saat
sangkakala ditiup dan kiamat terjadi. Saat itu, semua makhluk akan binasa dan
tinggallah Allah sendiri yang selalu ada tidak pernah binasa. Allah Maha
Mengetahui segala yang ghaib maupun yang tampak di alam raya. Tidak ada rahasia
yang tersembunyi dari-Nya. Dia Maha Bijaksana untuk membuka atau menutup
sebagian darinya, karena suatu hikmah yang Di` kehendaki. Akan tetapi, Dia akan
memberitahukan sebagian darinya jika menghendakinya pula.
Wallahu a’lam.
[*] Kamis, 30 Dzulhijjah 1430 H. Didasarkan pada Tafsir Zadul Masir dan dilengkapi sumber-sumber lainnya.