Peringatkan mereka dengan Al-Qur'an ini! -- Kajian Qs. al-An'am: 70-73



بسم الله الرحمن الرحيم
 
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لاَ يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (70)
Artinya, “Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu darinya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan adzab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.”
Maksudnya, kita diperintahkan untuk menjauhi orang-orang yang menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau, yaitu kaum kafir dan juga Yahudi-Nasrani. Yang dimaksud “memperolokkan agama” adalah: (a) bila mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, mereka mengejek dan meremehkannya; (b) mereka mematuhi aturan agama hanya yang sesuai seleranya, sebagaimana mereka bermain-main dengan sesuatu yang sejalan keinginannya; (c) mereka memelihara dan menjaga agamanya jika mau dan sedang ada mood, sebagaimana mereka akan bermain sesuatu jika ada keinginan dan mood kesana. Ini adalah cermin ketaatan beragama yang palsu dan tidak bisa dipercaya ketulusannya.
Namun, diatas semua itu kita tetap diperintahkan untuk mengingatkan mereka dengan ayat-ayat Al-Qur’an ini, supaya mereka tidak semakin terjerat kesesatannya. Jika mereka terus-menerus dibiarkan dan tidak ditolong selama di dunia ini, maka kelak di akhirat tidak akan ada yang mampu membantunya, yakni memberi syafa’at. Sebab, Allah tidak akan menerima syafa’at untuk kaum kafir. Syafa'at adalah usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat dari orang lain.
Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa perbuatan tidak serius dalam beragama atau – yang lebih parah – mengejek agama akan membawa akibat yang menakutkan. Menurut para ulama’, kata ( تُبْسَلَ ) dalam ayat ini memiliki tujuh pengertian, yang sebenarnya satu sama lain saling berkait dan saling menjelaskan: (1) dibiarkan menuju kehancuran, (2) dipermalukan, (3) didorong/dicampakkan, (4) dibinasakan, (5) ditahan dan disiksa, (6) diberi balasan, (7) tergadai oleh amalnya.
Perintah menjauhi mereka ada kaitan dengan ayat terdahulu, yakni agar kita tidak termasuk golongan mereka, agar mereka mulai merasa bahwa ada ketidakberesan dalam dirinya, dan supaya mereka tidak malah merasa benar dan semakin merajalela kekufuran serta kesalahannya. Tentu perintah “menjauhi” itu setelah didahului amar ma’ruf nahi munkar dengan memperhatikan adab dan tatacaranya.

قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَنْفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (71)
Artinya, “Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita? Dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syetan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.”
Maksudnya, ini adalah penegasan prinsip tauhid, dan kita diperintahkan untuk konsisten berpegang pada Islam serta tidak kembali kepada kekufuran maupun perbuatan syirik. Orang yang tidak konsisten itu pada dasarnya mengikuti jalan syetan, seperti orang yang bepergian di padang sahara lalu disesatkan oleh bayangan syetan sehingga tidak tahu harus kemana. Ia berada dalam ketakutan yang sangat, karena semua jalan di depan matanya tidak ada yang memberinya kepastian menuju keselamatan. Proses penyesatan itu bisa jadi dengan cara syetan membuatnya memandang indah dan benar segala tindak-tanduk tercela yang dilakukannya. Dibisikkannya dalih dan alasan yang bisa menjadi pembenar tindakan sesat serta maksiat itu, sehingga ia tidak menyesal dan tidak pernah bertaubat. Kelak, tiba-tiba kesalahan-kesalahannya itu mengepungnya dari segala penjuru dan membuatnya bingung, tidak tahu harus bagaimana. Na’udzu billah.
Demikianlah, jika manusia telah disesatkan oleh syetan, maka seruan-seruan untuk kembali ke jalan yang lurus akan terasa pahit dan menjengkelkan. Ia pasti enggan dan tidak mau menurut, sebab ia merasa benar dalam seluruh tindakan dan perilakunya. Boleh jadi ia justru marah dan melakukan perlawanan bahkan penindasan kepada orang-orang yang mengajaknya ke jalan kebaikan tersebut. Dalam situasi ini, kita diberi peneguh, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” Sebab, terkadang pemusuhan orang lain membuat kita sedih dan nyaris putus asa, bahkan terbersit sedikit keraguan terhadap kebenaran jalan yang kita yakini.

وَأَنْ أَقِيمُوا الصَّلاةَ وَاتَّقُوهُ وَهُوَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (72)
Artinya, “Dan agar menegakkan shalat serta bertaqwa kepada-Nya". Dan, Dia lah Tuhan yang kepada-Nyalah kamu akan dihimpunkan.”
Maksudnya, ayat ini merupakan suatu penghiburan dan resep menghadapi situasi-situasi sulit dalam mengamalkan dan mendakwahkan agama Allah. Pertama, kita diperintahkan tetap yakin dan berpegang teguh kepada Islam, sebagaimana disebutkan di akhir ayat ke-71. Kedua, kita diminta untuk selalu menegakkan shalat, sebagai sarana memelihara kedekatan hubungan dengan Allah. Dengan itulah Allah akan memelihara keyakinan, semangat dan visi kita. Jika shalat kita kendor maka pasti keyakinan, semangat dan visi kita juga akan melempem. Ketiga, kita diperintahkan untuk senantiasa bertaqwa kepada-Nya, dengan memelihara batas-batas perintah dan larangan-Nya sesempurna mungkin. Shalat dikhususkan disini karena ia merupakan pilar agama. Jika ia baik, maka amal-amal lain akan mengikutinya. Demikian pula sebaliknya.

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِالْحَقِّ وَيَوْمَ يَقُولُ كُنْ فَيَكُونُ قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (73)
Artinya, “Dan Dia lah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah." Dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dia lah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Maksudnya, ini merupakan gambaran kekuasaan dan kehebatan Allah ta’ala. Dia lah yang benar-benar telah menciptakan langit dan bumi dengan mudahnya. Ada suatu hikmah yang Dia kehendaki sari semua itu. Di tangan-Nya pula kelak kekuasaan akan kembali, yakni pada saat sangkakala ditiup dan kiamat terjadi. Saat itu, semua makhluk akan binasa dan tinggallah Allah sendiri yang selalu ada tidak pernah binasa. Allah Maha Mengetahui segala yang ghaib maupun yang tampak di alam raya. Tidak ada rahasia yang tersembunyi dari-Nya. Dia Maha Bijaksana untuk membuka atau menutup sebagian darinya, karena suatu hikmah yang Di` kehendaki. Akan tetapi, Dia akan memberitahukan sebagian darinya jika menghendakinya pula.
Wallahu a’lam.

[*] Kamis, 30 Dzulhijjah 1430 H. Didasarkan pada Tafsir Zadul Masir dan dilengkapi sumber-sumber lainnya.