Pencuri yang faqih



Bismillahirrahmanirrahim

Ibnu an-Najjar al-Baghdadi menceritakan kisah aneh ini dari gurunya, al-Hafizh Abul Faraj Ibnul Jauzi, dengan sanad-nya sampai kepada Ahmad bin al-Mu’addil al-Bashri. Orang yang namanya disebut terakhir ini menceritakannya kepada kita, sbb:

Saya pernah duduk di samping ‘Abdul Malik bin ‘Abdul ‘Aziz al-Majisyun. Lalu, datanglah seseorang yang biasa berbincang-bincang dengan beliau. Orang itu berkata, “Hai Abu Marwan, ada sesuatu yang sangat aneh!” “Apakah itu?” tanya Ibnul Majisyun.

“Aku keluar ke kebunku di kawasan hutan belantara,” orang itu memulai ceritanya, “tatkala aku telah berada di daerah sepi dan jauh dari rumah-rumah penduduk perkotaan, tiba-tiba aku dicegat oleh seseorang.”

Dia berkata, “Tanggalkan pakaianmu!” Aku bertanya, “Apa yang mengharuskan aku melepas pakaianku?” Dia menjawab, “Karena aku lebih berhak kepadanya dibanding engkau!” Aku bertanya lagi, “Kok bisa, darimana?” Dia menjawab, “Karena aku ini saudaramu. Aku telanjang, sedangkan engkau berpakaian!”

“Kalau begitu, aku beri bantuan saja,” kataku menawarkan. Dia menjawab, “Tidak! Engkau telah memakainya beberapa waktu lamanya, dan sekarang aku ingin memakainya juga, sama seperti engkau pernah memakainya.” Aku katakan, “Kalau begitu, engkau membuatku telanjang dan auratku terbuka.” Dia berkata, “Ah, itu tidak masalah. Telah diriwayatkan kepada kami dari Malik (bin Anas) bahwa beliau berkata: ‘Seseorang boleh mandi dengan telanjang.’” Aku berkata, “Bagaimana jika orang-orang melihatku lalu mereka melihat auratku?” Dia menjawab, “Andaikan banyak orang yang menjumpaimu di jalanan ini pasti aku tidak berani mencegatmu disini!”

“Biarkan aku lewat dan pergi ke kebunku, lalu aku lepaskan pakaianku ini disana, dan aku kembali ke sini untuk menyerahkannya kepadamu,” kataku. Dia menjawab, “Tidak! Engkau ingin menemui empat orang budakmu disana sehingga mereka menangkapku dan menyeretku kepada penguasa. Dia akan memenjarakan aku, mencabik-cabik kulitku, dan memasang belenggu di kakiku.” Aku berkata, “Tidak akan! Aku bersumpah dengan sumpah yang pasti aku penuhi untukmu, dan aku tidak akan berbuat buruk kepadamu!” Dia menjawab, “Tidak. Sungguh telah diriwayatkan kepada kami dari Malik bahwa beliau berkata: ‘Sumpah yang diucapkan (di depan) para pencuri itu tidak apa-apa untuk dilanggar.’” Aku berkata, “Kalau begitu, aku bersumpah bahwa aku tidak akan merekayasa sumpahku ini!” Dia berkata, “Ini sumpah lain yang ditumpuk menjadi satu dengan sumpah (di depan) para pencuri tadi!”

“Sudahlah, tidak usah berdebat lagi,” akhirnya aku berkata kepadanya, “demi Allah, sungguh akan aku serahkan pakaian ini kepadamu dengan penuh kerelaan hati.”

Orang itu menundukkan kepalanya, lalu mengangkatnya lagi. Dia bertanya, “Tahukah kamu apa yang baru saja aku pikirkan?” Aku menjawab, “Tidak.” Dia kemudian berkata, “Aku mengingat-ingat kisah para pencuri sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai zaman kita sekarang. Ternyata, aku tidak pernah mendapati seorang pun pencuri yang mengambil barang dengan cara ditunda setelah beberapa waktu. Aku sendiri tidak mau menciptakan suatu bid’ah di dalam Islam dimana dosanya aku tanggung sendiri berikut dosa-dosa orang yang mengikuti jejakku sampai Hari Kiamat nanti. Lepaskan pakaianmu sekarang!”

Maka, aku pun melepaskannya dan menyerahkannya. Dia mengambilnya lalu menghilang.


[*] Dzail Tarikh Baghdad, II/21-22, dalam biografi no. 284, untuk ‘Ubaidullah bin Ahmad bin Ya’qub bin Nashr bin Thalib, atau lebih dikenal sebagai Ibnu Abi Zaid.