Bismillahirrahmanirrahim
‘Abdurrahman
asy-Syami menuturkan kepada kita kisah ini:
Pada suatu malam,
para peronda melihat sekelebat bayangan seseorang. Dia kemudian lari ke suatu
tempat. Mereka pun mengejarnya hingga tertangkap di sebuah rumah tua yang sudah
lama tidak dihuni. Ternyata, di dalam rumah itu ada sesosok mayat korban
pembunuhan. Mereka pun menuduhnya sebagai pembunuh, dan kemudian membawanya ke
pengadilan untuk diberi balasan yang setimpal.
Ketika hendak dijatuhi
hukuman, laki-laki itu berkata, “Tunggu sebentar! Izinkah saya mengerjakan
shalat dua rakaat.” Setelah menyelesaikan shalatnya, dia pun berdoa, “Ya Allah,
Engkau melarangku dari menyembunyikan persaksian. Sekarang, aku tidak mempunyai
saksi selain Engkau sendiri.”
Tiba-tiba, seorang laki-laki
menyeruak dari kerumunan orang banyak dan berseru, “Lepaskan dia, sayalah
pembunuhnya!”
Orang-orang pun
keheranan dan bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongmu sehingga berani membuat
pengakuan telah membunuh?” Dia menjawab, “Ada sebuah seruan di dalam hatiku: ‘Hai
kau! Sungguh sekarang telah diminta persaksian dari Kami. Jika engkau mengaku
(maka selesailah urusannya), jika tidak maka akan Kami bongkar kejahatanmu!’
Maka, tidak ada pilihan lain bagiku selain mengaku.”
Saat itulah bapak
dari si korban berseru, “Saya maafkan pembunuh ini!”
[*] Nawadirul Kutub, hal. 36, karya Muhammad Khair
Yusuf, Maktabah ‘Ubaikan, Riyadh, cet. 1, 1415 H/1994 M. Dikutip oleh
penulisnya dari al-Irsyad Liman Thalaba ar-Rasyad, karya Muhammad Hasan
Na’iniy.