Bismillahirrahmanirrahim
Diantara khazanah klasik yang sangat menarik adalah
karya-karya yang memaparkan karakter manusia-manusia unggul. Tentu saja, yang
dimaksud disini adalah unggul menurut ukuran dan kriteria Islam, bukan
peradaban industri yang berpijak pada materialisme semata. Salah satu karya
paling komprehensif di bidang ini adalah al-Jami’ li Syu’abi al-Iman,
karya al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa al-Khasrujardi al-Baihaqi
(lh. 384 H, w. 458 H), atau kita biasa menyebutnya Imam al-Baihaqi saja. Karya
ini merupakan salah satu kutub al-mutun atau literatur induk di bidang
hadits, karena isi kandungannya yang sangat luar biasa dan seringkali memiliki
jalur-jalur periwayatan tersendiri yang berbeda dengan karya lain. Dalam Ilmu
Hadits, perbedaan jalur ini sangat penting, karena bisa dipergunakan untuk
memeriksa otentisitas riwayat melalui metode perbandingan.
Judul kitab ini berarti “Kumpulan Cabang-cabang Iman”,
yang didasarkan pada hadits riwayat Bukhari-Muslim yang menyatakan bahwa iman
memiliki cabang lebih dari 60, atau lebih dari 70. Imam al-Baihaqi, berbekal
penguasaan beliau terhadap tafsir, hadits, atsar, dan ilmu-ilmu lainnya,
kemudian menelusuri cabang-cabang-cabang tersebut dan mengumpulkannya dalam
sebuah karya besar. Dari penelusuran tersebut, beliau menemukan 77 cabang, yang
seluruhnya didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, hadits, dan atsar. Ketika
menyadari kehebatan karya ini, Ustadz Muhaimin Iqbal, pemimpin Gerai Dinar,
pernah menyebutnnya sebagai “77 Habits : More Then Just Highly Effective
People…” (77 Kebiasaan: Lebih dari Sekedar Orang-orang yang Sangat
Efektif). Beliau merujuk pada buku-buku Steven R. Covey yang berjudul The Seven Habits of Highly Effective
People, dan
kemudian dilengkapi oleh The 8th Habits.
Hanya saja, bagi pembaca modern – apalagi kaum awam – karya Imam
al-Baihaqi ini memiliki “kekurangan”, yakni
ukurannya yang sangat tebal dan metode penyitiran sanad-nya yang sangat
detil. Sebagai gambaran, salah satu edisi modern kitab ini diterbitkan pada
tahun 2003 oleh Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, dalam 14 juz (termasuk indeks),
dengan ketebalan total diatas 7.820 halaman. Menurut penghitungan para
editornya, kitab ini memuat tidak kurang dari 10.752 riwayat, dari berbagai
jenis dan tingkatan. Selain itu, betapa sering beliau menyitir tiga atau empat
baris rangkaian isnad, padahal riwayat yang dinukil hanya beberapa kata
saja, atau sama dengan riwayat sebelumnya. Tentu saja, nilai-nilai agung dalam
karya ini seperti berada diatas menara gading, indah namun tidak membumi. Bahkan,
hampir bisa dipastikan, sangat sedikit diantara kita yang memiliki copy naskahnya, apalagi yang telah
tuntas menelaahnya.
Kenyataan ini disadari sepenuhnya oleh al-Qadhi Abul Ma’ali
‘Umar bin Sa’duddin Abul Qasim ‘Abdurrahman bin Abu Hafsh ‘Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Qazwini asy-Syafi’i (lh.
653 H, w. 699 H). Maka, beliau pun memburu keberadaan naskah asli kitab
tersebut, mengambil bacaannya dari dua jalur, lalu membawanya ke Damaskus. Setelah
tuntas mengkaji kitab yang – pada masa itu – dicatat dalam 6 jilid besar,
beliau bertekad meringkasnya, sebab: “…saya mendapati (cabang-cang iman) itu
terpencar-pencar pada seluruh kitab. Beliau tidak mengumpulkannya terlebih
dahulu pada kata pengantar dan tidak pula pada jilid pertama. Beliau langsung
berfokus untuk merinci penjelasan cabang-cabang iman itu, namun beliau
memencarnya di seluruh kitab. Maka, didorong oleh kebutuhan, saya pun
mengumpulkannya dan meringkasnya sebagai pokok-pokok persoalan. Saya
mencukupkan diri dengan menyitir satu ayat dari Kitabullah, atau satu hadits
yang paling shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam beberapa
cabang iman, terkadang saya menambahkan satu atau beberapa ayat; atau satu
hadits; atau beberapa kalimat; satu atau beberapa kisah; satu atau beberapa
bait syair; yang tidak disebutkan oleh Imam al-Baihaqi. Saya telah membaginya
menjadi 77 bab.”
Kitab
terakhir ini diberi judul Mukhtashar Syu’abul Iman, dan menjadi intisari
luar biasa dari karya lain yang juga luar biasa. Bayangkan, kitab setebal lebih
dari 7.820 halaman berhasil diringkas menjadi 176 halaman saja (sudah termasuk
pengantar, indeks, apendiks, dan daftar isi). Menurut hemat kami, peringkasan
ini samasekali tidak menghilangkan tujuan utama penyusunannya! Salah satu edisi
modern dari karya ini diterbitkan oleh Dar Ibnu Katsir, Damaskus-Beirut, tahun
1985, yang diedit dan di-takhrij oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Arna’uth.
Tentu
saja, kitab Mukhtashar ini tidak lagi memuat deretan-deretan sanad
yang panjang, namun cukup disitir nama Sahabat dan sumber aslinya dari kitab
induk hadits tertentu. Syaikh al-Arna’uth kemudian merujukkan lokasi dari
sumber-sumber asli tersebut, dan menyebutkan status sanad-nya, sehingga
nilai ilmiahnya semakin tinggi tanpa harus bertele-tele mengikuti analisis para
Ahli Hadits. Tentu saja, kitab ini sangat cocok bagi kita kaum awam yang
terkadang “merasa tidak punya cukup waktu” untuk meng-upgrade keimanan
kita dengan menambah ilmu dari sumber-sumber terpercaya.
Menurut
hemat kami, daripada membaca ulasan karakter manusia unggul yang bersumber dari
penulis-penulis Barat, seribu kali jauh lebih baik kita menelaah karya ini. Ada
banyak faidah sekaligus, seperti mendekatkan dengan Kitabullah, karena di
dalamnya banyak disitir ayat-ayat Al-Qur’an; kemudian mendengarkan wejangan
Rasulullah melalui hadits-hadits beliau. Membaca ayat dan menelaah hadits jelas
bernilai ibadah dan mengandung dzikir, sesuatu yang tidak akan kita dapatkan
dari karya-karya berbasis psikologi materialis-sekuler yang seringkali
anti-tuhan, menolak metafisika, dan tidak sedikit pun berbicara tentang
akhirat. Karya ini juga disertai syair, kisah dan kalimat hikmah dari para
ulama’ yang mengabdikan hidupnya untuk Allah, bukan manusia-manusia yang menyembah
dunia dan menjadi budak materi.
Mengapa
kami menilai karya ini sangat bagus untuk ditelaah? Sebab, selain ukurannya
yang ringkas, maka seperti dinyatakan al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuiddin,
bahwa diantara metode terbaik untuk menguatkan iman adalah membaca Al-Qur’an
dan tafsirnya, mendengar hadits dan maknanya, menunaikan tugas-tugas ibadah,
dan bergaul atau mengenal kisah orang-orang shalih. Kisah dan kata-kata orang
yang tidak beriman kepada Allah, apalagi yang memusuhi-Nya, tentu tidak akan steril
dari keyakinan mereka. Bukankah keyakinan yang melatari setiap hati pasti
terefleksikan melalui kata-kata dan tindakan pemiliknya? Nah, kitab ini telah memuat tiga diantaranya: ayat, hadits, dan kisah.
Sebelum
menutup ulasan ringkas ini, kami pikir ada baiknya jika 77 cabang iman tersebut
disitir sekarang, sebagai gambaran ringkas. Siapa tahu, sebagian besar sudah
kita laksanakan, sehingga kita semakin termotivasi untuk menggenapkan cabang-cabang
lainnya, dan kemudian diberkahi menjadi manusia yang berkarakter unggul, dengan
izin Allah.
1.
Beriman
kepada Allah ta'ala
2.
Beriman kepada
para Rasul Allah 'alaihim as-salaam
3.
Beriman
kepada para malaikat Allah
4. Beriman kepada Al-Qur'an dan semua kitab yang terdahulu
5. Beriman kepada qadar (ketentuan) dari Allah, yang baik maupun
yang buruk
6. Beriman kepada hari akhir
7. Beriman kepada kebangkitan setelah kematian
8. Beriman bahwa manusia akan dikumpulkan (di mahsyar) setelah mereka
dibangkitkan, sampai mereka dipanggil satu per satu menghadap Allah
9. Beriman bahwa tempat tinggal kaum beriman di akhirat adalah surga,
sementara tempat tinggal kaum kafir adalah neraka
10. Beriman kepada wajibnya mahabbah (mencintai) Allah ta'ala
11. Beriman kepada wajibnya khauf (merasa takut) kepada Allah ta'ala
12. Beriman kepada wajibnya raja' (berharap) kepada Allah ta'ala
13. Beriman kepada wajibnya tawakkal (bersandar) kepada Allah ta'ala
14. Beriman kepada wajibnya mencintai Nabi shalla-llahu 'alaihi wa aalihi
wasallam
15. Beriman kepada wajibnya mengagungkan, menghormati dan memuliakan Nabi shalla-llahu
'alaihi wa aalihi wasallam
16. Tidak rela melepas agamanya, sampai tingkatan lebih suka dilemparkan ke
dalam api daripada menjadi kafir
17. Mencari ilmu
18. Menyebarkan ilmu
19. Mengagungkan Al-Qur'an, yakni dengan mempelajari, mengajarkan, memelihara
batas-batas serta hukum yang ditetapkannya, memahami halal-haramnya,
menghormati ahli Al-Qur'an dan para hafizh-nya, menangis tatkala
mendengar janji dan ancaman Allah di dalamnya
20. Bersuci
21. Shalat lima waktu
22. Zakat
23. Puasa
25. Hajji
26. Jihad
27. Berjaga di medan perang (ribath) di jalan Allah ta'ala
28. Teguh menghadapi musuh dan tidak melarikan diri (desersi) dari medan perang
29. Bagi yang mendapat ghanimah, menyerahkan seperlima darinya untuk
imam dan para pejabat yang
ditunjuk untuk mengumpulkannya
30. Memerdekakan budak semata-mata mengharap wajah Allah ta'ala
31. Menunaikan kaffarat yang wajib bagi yang melanggar hukum jinayat
32. Memenuhi janji
33. Menghitung-hitung nikmat Allah dan mensyukurinya
34. Menjaga lisan dari hal-hal yang tidak ada perlunya
35. Menjaga amanat dan menunaikannya kepada yang berhak
36. Mengharamkan pembunuhan dan tindakan jinayat kepada siapapun
37. Mengharamkan kemaluan dari hal terlarang dan berusaha mejaga kehormatan
diri
38. Menahan tangan dari harta (yang bukan haknya)
39. Wajib bersikap wara' dalam hal makanan, minuman, dan menjauhi
hal-hal yang tidak dihalalkan
40. Tidak mengenakan pakaian atau menggunakan wadah-wadah yang haram atau makruh
41. Mengharamkan permainan dan kegiatan selingan yang bertentangan dengan
syari'at
42. Berhemat dalam membelanjakan harta dan mengharamkan makan harta secara
batil
43. Meninggalkan dendam dan iri dengki
44. Mengharamkan merusak kehormatan orang lain dan tidak menodainya dengan cara
apapun
45. Mengikhlaskan amal semata-mata untuk Allah dan tidak riya'
46. Merasa gembira terhadap kebaikan dan sedih terhadap keburukan
47. Mengobati setiap dosa dengan bertaubat
48. Berkurban, termasuh kurban dalam rangkaian ibadah haji, sembelihan kurban
di luar ibadah haji, dan akikah
49. Menaati perintah
50. Berpegang teguh terhadap apa yang dipegangi oleh jamaah kaum muslimin
51. Menetapkan hukum diantara manusia secara adil
52. Amar ma'ruf nahi munkar
53. Saling menolong dalam kebajikan dan taqwa
54. Malu
55. Berbakti kepada kedua orang tua
56. Menyambung tali persaudaraan (silaturrahim)
57. Berakhlaq yang baik
58. Berbuat ihsan kepada budak, termasuk pembantu
59. Hak seorang majikan atas budaknya
60. Hak anak dan keluarga
61. Bergaul akrab dengan orang yang taat beragama, mencintai mereka, menebarkan
salam kepada mereka, berjabat tangan dengan mereka, dan beragam tindakan lain
yang dapat mempererat jalinan cinta kasih dengan mereka
62. Menjawab salam
63. Mdnjenguk orang sakit
64. Menyalati jenazah sesama muslim
65. Mendoakan orang yang bersin
66. Menjauhi orang-orang kafir dan orang-orang yang suka menebar kerusakan,
serta bersikap keras kepada mereka
67. Memuliakan tetangga
68. Memuliakan tamu
69. Menutupi kesalahan orang-orang yang berdosa
70. Bersabar menghadapi musibah dan segala yang menarik bagi jiwa, yakni
kelezatan dan syahwat
71. Zuhud dan pendek angan-angan
72. Cemburu dan tidak mengizikan pergaulan bebas
73. Berpaling dari hal yang main-main
74. Murah hati dan dermawan
75. Menyayangi yang lebih kecil dan menghormati yang lebih tua
76. Mendamaikan dua orang yang bersengketa
77. Mengharap agar saudaranya sesama muslim memperoleh sesuatu yang dia pun
sangat mengharapkannya untuk dirinya sendiri, juga membenci jika saudaranya
mendapat sesuatu yang ia sangat membencinya jika menimpa dirinya sendiri
Inilah 77
cabang iman yang dipaparkan dalam kitab Mukhtashar Syu’abul Iman. Semoga
Allah membimbing kita untuk mengamalkannya. Amin. Wallahu a’lam.
Catatan: Bagi Anda
yang berminat untuk mendapatkan edisi digital dari dua kitab tersebut, juga
satu kitab lain yang sejenis, silakan kunjungi tautan berikut ini:
Al-Jami’
Li Syu’abil Iman, link: http://waqfeya.com/book.php?bid=565
Mukhtashar
Syu’abil Iman, link: http://archive.org/details/books-5_ahlalhdeeth
Al-Minhaj
Fi Syu’abil Iman, link: http://waqfeya.com/book.php?bid=4851
[*]
Jum’at, 11 Mei 2012.