Diceritakan bahwa Kishra Persia meminta kepada Hani’ bin Qabishah asy-Syaibani
untuk menyerahkan amanat yang ditinggalkan oleh an-Nu’man bin al-Mundzir,
raja Kerajaan Hirah (terletak di Irak). Namun, Hani’ menolaknya. Maka, pecahlah pertempuran diantara pasukan Persia melawan
kabilah Bakr, yakni suku asal Hani’, di suatu tempat di dekat Bashrah yang
disebut dengan Dzi Qaar. Hirah sendiri adalah daerah vassal atau bawahan
Persia, sedangkan an-Nu’man telah dibunuh oleh Kishra Parvez karena alasan
tertentu.
Sebelum perang berkecamuk, Hani’ berorasi di hadapan kaumnya, untuk
menyemangati mereka maju ke medan pertempuran:
“Wahai orang-orang Bakr, kematian yang bisa dijelaskan alasannya jauh
lebih baik dibanding keselamatan karena melarikan diri. Sungguh, takut itu tidak
bisa menyelamatkan dari takdir kematian yang telah ditetapkan. Sungguh,
kesabaran adalah salah satu penyebab kemenangan. Lebih baik mati daripada
terhina. Menyongsong kematian jauh lebih baik dibanding lari membelakanginya. Tikaman
di pangkal leher lebih mulia dibanding tikaman di pantat dan punggung. Wahai
keluarga Bakr, bertempurlah! Sungguh, kematian itu takkan bisa dihindari!”
Dalam perang ini, kabilah Bakr meraih kemenangan atas pasukan Persia.
(*) Menurut Khairuddin Zirikly dalam al-A’lam,
yang berorasi dalam Perang Dzi Qaar bukan Hani’ bin Qabishah, tetapi kakeknya
yaitu Hani’ bin Mas’ud. Namun, Ibnu Jarir ath-Thabari menyatakan dalam Tarikh-nya
bahwa yang tepat adalah Hani’ bin Qabishah, sedangkan Hani’ bin Mas’ud sudah
lama meninggal pada saat pecahnya Perang Dzi Qaar. Wallahu a’lam.