Jika hal itu ada di tanganku, tentu urusan ini sudah selesai -- Kajian Qs. al-An'am: 56-59




ﭑ ﭒ ﭓ

قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قُلْ لاَ أَتَّبِعُ أَهْوَاءَكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (56)
Artinya, Katakanlah: "Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Maksudnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada orang-orang kafir dan musyrik bahwa beliau dilarang ikut-ikutan menyembah segala yang mereka sembah selain Allah atau segala yang mereka anggap sebagai tuhan selain Allah. Sebab, agama mereka hanya didasarkan kepada hawa nafsu belaka, bukan bukti dan keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Perintah Allah dalam ayat ini merupakan perintah bagi umatnya juga, bahwa akidah Islam harus ditegakkan diatas keterangan dan bukti dari Allah, bukan buatan dan rekayasa akal manusia belaka. Segala keyakinan dan kepercayaan ketuhanan yang tidak disertai bukti dan keterangan dari Allah, adalah sesat, bujukan nafsu dan bisikan syetan. Kita diperintahkan pula untuk mengevaluasi segala keyakinan yang ada dalam hati kita perihal ketuhanan itu, dan memeriksa apakah ada dalilnya ataukah tidak. Siapa yang mengikuti keyakinan tanpa bukti, pastilah tersesat dan tidak termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. Sudah umum pula diketahui bahwa hawa nafsu tidak akan mengajak ke jalan yang lurus, namun justru menjerumuskan ke dalam kesesatan dan kecelakaan. Inilah perbedaan besar antara akidah seorang muslim dengan kepercayaan-kepercayaan selainnya, dimana selainnya hanya disandarkan kepada selera, tradisi, dan ikut-ikutan semata.

قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ (57)
Artinya, “Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al-Qur’an) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (adzab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".
Maksudnya, akidah Islam disandarkan atas keterangan yang jelas (bayyinah), dimana orang-orang kafir selalu mendustakannya. Mereka menolak mempercayai Allah, tidak beriman kepada akhirat dan pahala maupun adzab, dan melecehkan segala keterangan maupun bukti yang disodorkan. Sebagian orang kafir sering menantang agar didatangkan adzab sebagai bukti kebenaran Islam yang mereka tentang, namun mereka tidak tahu bahwa semua itu adalah hak Allah, tidak ada dalam kekuasaan manusia. Keputusan ada di tangan Allah, kapankah Dia akan menunjukkan hukum yang memilah antara kedua kelompok yang berseberangan itu (mukmin dan kafir). Allah sendiri pula yang tahu apakah akan diturunkan adzab ataukah tidak kepada para penentang-Nya di dunia ini, atau ditunda sampai di akhirat kelak. Segala yang diceritakan-Nya dalam Al-Qur’an adalah benar, dan Dia benar-benar melaksanakannya. Allah lah pemberi keputusan terbaik.

قُلْ لَوْ أَنَّ عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ لَقُضِيَ الأَمْرُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالظَّالِمِينَ (58)
Artinya, Katakanlah: "Kalau sekiranya ada padaku apa (adzab) yang kamu minta supaya disegerakan, tentu telah diselesaikan oleh Allah urusan yang ada antara aku dan kamu. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.
Maksudnya, andaikan kuasa untuk menurunkan adzab itu ada di tangan Nabi, tentulah urusan antara beliau dengan orang-orang yang memusuhinya sudah berakhir dengan cepat. Maksudnya, pastilah beliau sudah menyiksa mereka segera dan tidak menunda-nundanya. Namun, semua itu hanya ada di tangan Allah. Dia menyegerakan atau menunda karena suatu hikmah dan berdasar pengetahuan-Nya. Bisa jadi, ada diantara musuh-musuh beliau ada yang kelak akan beriman sehingga penundaan hukuman itu ada manfaatnya. Sejarah mencatat, bahwa di belakang hari, banyak tokoh kafir yang berbalik memeluk Islam, baik dengan sukarela maupun terpaksa. Andai adzab disegerakan, atau diserahkan kepada Nabi untuk menentukan kapan tibanya, pasti segala sesuatunya sudah kacau-balau sejak awal-awal dilaksanakan. Sebagai manusia biasa, seorang Nabi kadang marah dan ridha, dan ia tidak mengetahui perkara-perkara ghaib. Jika ia berkuasa mengadzab, mungkin saja ia sangat marah lalu menurunkan adzab secara terburu-buru, yang bisa jadi disesalinya kelak. Atau, sebaliknya ia menunda apa yang mestinya disegerakan, sehingga berakhir dengan penyesalan pula.
Ayat-ayat ini turun berkenaan dengan an-Nadhr bin al-Harits, salah seorang pentolan kaum musyrik, juga beberapa pemimpin kafir Quraisy lainnya. An-Nadhr berdiri diatas Ka’bah dan dengan sombong menantang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar menurunkan adzab jika memang dakwahnya benar. Ia menyangka bahwa adzab atau balasan ada di tangan beliau. Namun, Allah membantah kepercayaannya yang keliru dan menurunkan ayat ini.

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (59)
Artinya, Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)."
Maksudnya, hanya Allah lah yang mengetahui kunci rahasia segala perkara ghaib. Dia mengetahui pula segala yang ada di daratan maupun lautan. Bahkan, hal yang lebih rumit dan tersembunyi pun diketahui-Nya pula. Tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya. Menurut Ibnu Mas’ud, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah dikaruniai Allah ilmu atas segala sesuatu, kecuali kunci-kunci perkara ghaib tersebut. 
Menurut hadits riwayat Bukhari, ada lima perkara ghaib yang hanya diketahui Allah: (1) kapan tibanya kiamat, (2) apa yang dikandung oleh rahim wanita, (3) apa yang akan terjadi esok hari, (4) dimana seseorang akan mati, (5) kapan turunnya hujan. Hal ini dikonfirmasi oleh Qs. Luqman: 34.
Selain lima perkara ini, apa yang dimaksud kunci-kunci perkara ghaib bisa termasuk hal-hal ini pula: (a) apa yang tersembunyi di langit, berupa ketentuan rezeki dan takdir, (b) pahala dan siksa, serta apa akibat pasti dari segala sesuatu yang terjadi, (c) kapan adzab diturunkan dan apa bentuknya, (d) jalan untuk menembus rahasia ghaib yang disembunyikan oleh Allah, (e) akibat dari suatu perbuatan dan bagaimana hasil akhirnya, (f) segala yang belum terjadi: apakah akan terjadi ataukah tidak; jika terjadi, maka kapan, bagaimana, seperti apa, dan seterusnya.

Wallahu a’lam.

***Kamis, 09 Dzulhijjah 1430 H. Didasarkan pada Tafsir Zadul Masir dan dilengkapi sumber-sumber lainnya.