
Ada seseorang yang keluar berjalan-jalan, lalu duduk di sebuah jembatan
dan melihat-lihat pemandangan. Lalu, ada seorang wanita yang berjalan dari arah
Rushafah menuju seberang barat jembatan, dan ia berpapasan dengan seorang
pemuda yang berkata kepadanya, “Kasihan sekali ‘Ali bin al-Jahm.” Wanita itu
menjawab, “Kasihan sekali Abul ‘Alaa’ al-Ma’arry.” Mereka kemudian meneruskan
perjalanannya masing-masing.
Laki-laki itu berkata, “Saya pun mengikuti wanita itu, dan saya katakan: Jika
tidak kauceritakan apa yang kalian berdua katakan, akan kulaporkan kamu!” Wanita
itu menjawab, “Ia berkata kepadaku: Semoga Allah mengasihi ‘Ali bin al-Jahm.
Maksud perkataannya adalah syairnya yang ini:
“Mata-mata
bening antara Rushafah dan jembatan ini; mereka sedang menghirup udara segar
yang berhembus entah dari mana datangnya.”
Sedangkan maksud perkataan saya perihal Abul ‘Alaa’ adalah syairnya yang
ini:
“Duhai, betapa kesedihan telah mengepungnya, sebab saat
kedatangannya telah dekat, akan tetapi sebelum itu akan ada hal-hal lain yang menakutkan.”
[Sebenarnya, baik pemuda maupun wanita itu sama-sama sedang menyindir
lelaki yang tengah duduk di jembatan tadi, yakni perawi kisah ini, yang
seolah-olah sedang resah dan gundah, dengan menggunakan bait syair yang
sama-sama mereka ketahui]
(*) dari Alfu Qishshatin wa Qishshah, no. 17, karya Hani al-Hajj.