Khalifah Al-Ma’mun berkata kepada Ibrahim bin al-Mahdi, “Aku telah meminta
saran orang-orang perihal dirimu. Maka, mereka mengusulkan agar aku membunuhmu.
Akan tetapi, aku mendapati bahwa dirimu jauh lebih berharga dibanding kesalahanmu.
Maka, aku tidak mau membunuhmu demi tetap melindungi kehormatanmu.”
Ibrahim pun berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, orang yang dimintai saran
biasanya memberi usul sesuai adat kebiasaan dalam dunia politik. Hanya saja
Anda selalu berusaha menepati sifat pemaaf yang sudah menjadi kebiasaan Anda.
Jika Anda menjatuhkan hukuman, maka ada banyak orang yang seperti Anda. Akan
tetapi, jika Anda memaafkan, maka tidak ada yang menandingi Anda.” Ibrahim
kemudian melantunkan syair:
“Kebaikanmu
kepadaku merendahkan semua alasan yang ada padamu; (yaitu) semua telah aku
lakukan, sehingga engkau tidak mencela dan tidak pula memaki
Semua
yang kautahu tentang diriku menjadi bukti penguat bagiku; seperti seorang saksi
yang adil dan tidak bercacat
Jika
aku mengingkari kebaikan yang telah engkau berikan padaku; sungguh aku pantas
dicela, dengan celaan yang lebih banyak dibanding pujian atas kepemurahanmu
Engkau
memberi maaf dengan penuh keadilan, demikian pula engkau menyerang dengan adil
pula; maka aku tidak akan melupakanmu diantara orang yang memaafkan atau
membalas.”
(*) dari Alfu Qishshatin wa Qishshah, no. 9, karya Hani al-Hajj.