Terjemah "Taqwim Ta'allum Hifzhil Qur'an wa Ta'limihi"


MEMBENAHI PENGELOLAAN HALAQAH TAHFIZH & TA'LIM AL-QUR'AN

karya: Dr. Ibrahim bin Sulaiman Al Huwaimil



PENGANTAR PENERJEMAH

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam bagi Rasulullah, ummahatul mu'minin, keluarga dan sahabatnya, wa ba'du:
Buku ini kami alihbahasakan dari sebuah risalah berjudul Taqwimu Ta'allumi Hifzhi al-Qur'an al-Karim wa Ta'limihi fi Halaqaati Jam'iyyati Tahfizhi al-Qur'an al-Karim, yang ditulis oleh Dr. Ibrahim bin Sulaiman Al Huwaimil.
Tema ini menarik, terlebih dalam konteks lem-baga-lembaga pendidikan di bawah naungan Hidayatullah yang salah satu tujuannya adalah memberikan pembekalan Al-Qur'an kepada para santrinya, baik berupa tartil, tahfizh, tarjamah maupun nilai-nilai Qur'ani itu sendiri. Seperti tercermin dalam judul aslinya, tampak bahwa risalah ini memang ditujukan sebagai sebuah "pelurusan" bagi pengelolaan halaqah-halaqah tahfizh dan ta'lim Al-Qur'an di berbagai jam'iyyah tahfizh.
Risalah ini, dalam bentuk aslinya cukup ringkas, hanya 31 halaman saja. Dalam naskah terje-mahan ini kami tidak menambahkan apa-apa, karena penjelasan penulisnya yang sudah sa-ngat memadai. Hanya sayangnya, kami tidak mengetahui identitas lengkap dari penulisnya. Namun, melihat ucapan terima kasih yang beliau tulis dalam muqaddimah risalah ini, besar ke-mungkinan beliau adalah anggota tim ahli di Kompleks (Mujamma') Malik Fahd untuk Pen-cetakan dan Penyebaran Al-Qur'an, Madinah.
Akhir kata, selamat membaca, menelaah dan menerapkan kiat-kiat praktis dalam buku kecil ini. Semoga Allah melimpahkan keberkahan bagi kita bersama dengan mempelajari dan menga-jarkan Al-Qur'an. Kami berharap upaya ini men-jadi perintis jalan untuk hidupnya ruh Al-Qur'an di tengah-tengah kita. Amin. Wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

Sumbersekar, 15 Dzulhijjah 1428 H
Penerjemah


[*]

 بسم الله الرحمن الرحيم


MUQADDIMAH

Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan, am-punan dan bertaubat kepada-Nya. Kami berlin-dung kepada Allah dari kejelekan-kejelekan diri kami dan juga keburukan amal-amal kami. Ba-rangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah nis-caya tiada yang bisa menyesatkannya, dan ba-rangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tiada yang bisa memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, yang berfirman dalam kitab-Nya, "...sesungguhnya telah datang kepadamu caha-ya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. De-ngan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan kesela-matan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah menge-luarkan orang-orang itu dari gelap-gulita kepada cahaya yang terang-benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (QS al-Ma'idah: 15-16)

Dia juga berfirman, "Orang-orang yang telah Ka-mi berikan Al-Kitab kepadanya, mereka memba-canya dengan bacaan yang sebenarnya..." (QS al-Baqarah: 121)

Dia juga berfirman, "Aku hanya diperintahkan un-tuk menyembah Tuhan negeri ini (Makkah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berse-rah diri. Dan supaya aku membacakan Al Quran (kepada manusia)..."  (QS an-Naml: 91-92)

Dia pun berfirman, "...karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran..." (QS al-Muzzammil: 20)

Saya juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, yang telah bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur'an dan mengajarkannya." (Riwayat Bukhari, VI/108).

Beliau pula yang bersabda, "Bacalah al-Qur'an, sesungguhnya dia akan datang pada Hari Kia-mat nanti sebagai pemberi syafa'at kepada para pemiliknya." (Riwayat Muslim, no. 804)

Semoga shalawat dan salam senantiasa terlim-pah kepada beliau, keluarga dan sahabatnya. Amma ba'du:

Kami sajikan ke hadapan pembaca sekalian tu-lisan ringkas ini, yang membicarakan tema pelu-rusan studi tahfizh al-Qur'an dan pengajarannya dalam berbagai halaqah jam'iyah tahfizhul Qur'an, sebagai bagian dari sumbangan kami terhadap proyek Lembaga Pemerhati Al-Qur'an Al-Karim dan Ilmu-ilmunya Kerajaan Saudi Ara-bia, yang diselenggarakan oleh Departemen Urusan Keislaman, Waqf, Dakwah dan Bim-bingan sebagai sebuah proyek percontohan di Mujamma' Malik Fahd untuk Pencetakan Mush-haf asy-Syarif.

Pembahasan dalam risalah ini disusun dalam sistematika, sbb:

Muqaddimah, dimana di dalamnya saya jelaskan metode penulisan pembahasan ini.

Bab 1: Keutamaan mempelajari dan mengajar-kan al-Qur'an al-Karim.

Bab 2: Tujuan halaqah al-Qur'an.

Bab 3: Metode pengajaran dalam halaqah-halaqah al-Qur'an.

Bab 4: Kekeliruan dalam metode pengajaran di halaqah-halaqah al-Qur'an.

Bab 5: Metode paling tepat untuk mengajarkan al-Qur'an dalam halaqah-halaqah al-Qur'an.

Akhirnya, tidak lupa kami sampaikan terima ka-sih kepada departemen atas upaya istimewa ini, berikut perhatiannya terhadap penghafalan al-Qur'an dan juga jam'iyyah-jam'iyyah-nya.

Secara khusus saya sampaikan terima kasih kepada yang mulia menteri, Syekh Shalih bin 'Abdil 'Aziz bin Muhammad Al Syaikh atas se-genap usahanya. Saya memohon kepada Allah agar memberikan keberkahan di dalamnya. De-mikian pula saya sampaikan terima kasih kepada Penanggung Jawab Umum Mujamma' Malik Fahd untuk Pencetakan Mushhaf asy-Syarif, Prof. Dr. Muhammad bin Salim bin Syadid al-'Aufy beserta seluruh staf yang bekerja ber-samanya. Semoga Allah memberikan taufiq ke-pada kita dan mereka semuanya ke arah setiap amal kebajikan.



Penulis,

Dr. Ibrahim bin Sulaiman Al Huwaimil


[ 1 ]

Keutamaan Mempelajari dan Mengajarkan Al-Qur'an Al-Karim

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Kami berdoa, semoga rahmat dan keselamatan senantiasa terlimpah kepada Nabi dan Rasul termulia. Amma ba'du:

Allah menurunkan al-Qur'an al-Karim, kitab-Nya yang paling mulia, kepada Nabi-Nya yang paling utama dan paling mulia, yakni Muhammad bin 'Abdillah, shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam. Allah memerintahkan kita membaca, merenungi, dan mengamalkan isinya. Allah juga memberi-tahu kita bahwa Al-Qur'an adalah penyembuh, dan dia memberi petunjuk ke jalan yang paling lurus. Para sahabat sangat bersemangat untuk berpegang teguh kepada petunjuknya dan menggenggam erat talinya yang kokoh. Hal itu dikarenakan apa yang mereka dengar dari Ra-sulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam mengenai keutamaan mempelajari dan meng-ajarkannya.

Orang yang menelusuri ayat-ayat Al-Qur'an akan mendapati segala urusan menjadi sedemikian jelas, (yakni) dengan membaca dan merenung-kannya. Dia pun akan memperoleh pahala besar yang merupakan konsekuensi langsung dari amalnya tersebut.

Allah ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mere-ka dengan diam-diam dan terang-terangan, me-reka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi; agar Allah menyempurnakan kepa-da mereka pahala mereka dan menambah ke-pada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS Fathir: 29-30).

Mutharrif rahimahullah, setiap kali membaca ayat ini, berkomentar, "Ini adalah ayatnya para qurra' (orang yang banyak membaca Al-Qur'an)." (Li-hat: Tafsir Ibnu Katsir, III/554 – untuk cetakan penerbit lain, halamannya berbeda).

Al-Qur'an sendiri sarat dengan ayat-ayat yang memerintahkan untuk membacanya. Di antara-nya Allah telah berfirman, "...dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan (tartil)." (QS al-Muzzammil: 4)

Hadits-hadits yang mengutarakan tentang keuta-maan mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an terlalu banyak untuk disebutkan semuanya disini. Saya akan kutip sebagian kecil darinya supaya pembaca dapat memahami kedudukan sangat tinggi seperti apa yang akan diperoleh seorang pembaca Al-Qur'an.

Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang mem-pelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (Riwa-yat Bukhari).

Beliau juga bersabda, "(Kelak di Hari Kiamat) akan dikatakan kepada shahib Al-Qur'an, 'Baca-lah, naiklah, dan tartil-kanlah sebagaimana eng-kau men-tartil-nya di dunia, karena sesungguh-nya kedudukanmu adalah (sesuai) ayat terakhir yang engkau baca." (Riwayat Tirmidzi, V/163 no. 2914; hadits hasan-shahih).

Yang dimaksud dengan shahib Al-Qur'an adalah orang yang mengamalkan isinya, yang menerap-kan akhlaq-akhlaqnya, dan rutin dalam memba-canya. Allah telah menyiapkan baginya balasan yang sangat besar ini di akhirat nanti.

Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yang mem-baca satu huruf dari Kitab Allah, maka dia men-dapatkan satu kebaikan, sedangkan kebaikan itu (dibalas) dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Laam Miim itu satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, laam satu hu-ruf, dan miim satu huruf." (Riwayat Tirmidzi, V/161 no. 2910; hadits hasan-shahih).

Maka, seorang pembaca Al-Qur'an akan menda-pat pahala satu kebaikan atas satu huruf yang dibacanya, sedangkan satu kebaikan akan diba-las dengan sepuluh kali lipatnya, hingga berlipat-lipat ganda lagi.

Beliau juga bersabda, "Ahli Al-Qur'an adalah ahlullah dan orang khusus-Nya." (Riwayat Ah-mad, dalam al-Musnad III/127).

Kita memohon kepada Allah agar menjadi bagi-an dari mereka ini.

Hadits-hadits yang berkenaan dengan keutama-an mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an sa-ngat banyak sekali. Andai bukan karena khawatir memperpanjang risalah ini, pasti akan saya se-butkan semuanya.

Generasi salaf yang shalih dari umat ini benar-benar memahami nilai-nilai kebaikan diatas se-bagai sesuatu yang membuat para pelajar dan pengajar Al-Qur'an menjadi istimewa (di tengah-tengah mereka).

Inilah Abu 'Abdirrahman as-Sulami, yang duduk membacakan Al-Qur'an kepada kaum muslimin selama 40 tahun di Masjid Kufah, beliau berkata, "Hadits Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam yang berbunyi, 'Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari dan mengajar-kan Al-Qur'an', inilah yang membuat aku duduk di tempat ini." (Nuzhatu al-Fudhala', I/383).

Imam Syafi'i berkata, "Barangsiapa yang mem-pelajari Al-Qur'an, maka menjadi besarlah nilai dirinya." (Nuzhatu al-Fudhala', II/734).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang menyatukan antara mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya ada-lah orang yang menyempurnakan dirinya dan orang lain sekaligus. Dia telah menyatukan an-tara manfaat yang terbatas (bagi dirinya) dan manfaat yang menular (kepada orang lain). Oleh karenanya ia menjadi lebih utama." (Fathul Baari Syarh Shahih al-Bukhari, IX/76).

[*]


[ 2 ]

Tujuan Halaqah Al-Qur'an

Sesungguhnya mengetahui suatu tujuan dan ke-jelasan dari tujuan tersebut di mata seseorang akan memudahkannya untuk mencapai maksud-nya melalui jalan yang paling dekat. Orang yang keliru pun akan terdorong untuk kembali kepada-nya dan berusaha mewujudkannya dengan pe-nuh perhatian dan kesungguhan.

Halaqah Al-Qur'an mempunyai tujuan-tujuan yang sangat agung, diantaranya adalah:

1.     Menghafal Al-Qur'an.

Yakni dengan menyiapkan para penghafal Al-Qur'an yang mumpuni, yang menghafal-nya dengan sanad-nya mulai dari gurunya itu sampai kepada Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam.

2.     Menerapkan berbagai adab serta akhlaq yang terkandung di dalam Al-Qur'an.

Siapa pun yang mencermati perilaku keba-nyakan pemuda di kalangan kaum muslimin dewasa ini akan menangkap kesan bahwa terdapat semacam keengganan di kalangan mereka untuk bersentuhan dengan Al-Qur'an, bahkan kebencian dan tiadanya pe-rasaan butuh kepadanya. Pemicu dari se-mua itu adalah hilangnya suri teladan yang baik (qudwah hasanah).

Halaqah-halaqah Al-Qur'an (ibaratnya) me-rupakan tempat minum yang berair tawar menyegarkan, mata air yang jernih, serta pa-dang gembala yang subur, guna menghidup-kan contoh-contoh teladan yang baik terse-but; dikarenakan keistimewaan sifat-sifat ter-puji yang dimiliki para pengemban Al-Qur'an yang jarang-jarang ditemukan pada orang selainnya.

3.     Pendidikan yang baik (tarbiyah hasanah).

Sesungguhnya penguasaan yang tuntas ter-hadap materi hafalan — meskipun sangat di-perlukan — bukanlah satu-satunya tujuan da-lam halaqah tersebut. Pendidikan yang baik, penanaman nilai-nilai Islam, dan pendidikan serta penyaringan akhlaq adalah perkara yang diperlukan juga dalam halaqah-halaqah Al-Qur'an. Yakni, agar terwujud tujuan yang luhur dan target yang mulia bagi para peng-emban Al-Qur'an; dan supaya para pelajar dalam halaqah ini tampak nyata perbedaan-nya dengan pemuda-pemuda lain di luar mereka.

4.     Mengamalkan isi kandungannya.

Inilah tujuan paling tinggi dan mulia. Para pengemban Al-Qur'an merupakan orang-orang yang paling wajib untuk mengamal-kan isi kandungannya, sebab mereka me-ngembannya di dalam dada mereka. Lisan mereka senantiasa basah dengan qira'ah dan tilawah. Dia mengetahui perintah-pe-rintah yang terkandung di dalamnya se-hingga bisa mematuhinya, juga larangan-larangan yang ada disana sehingga bisa menjauhinya.

[*]


[ 3 ]

Metode Pengajaran dalam Halaqah Al-Qur'an

Pertama, at-tasmi' (memperdengarkan)

Yakni, murid menyodorkan hafalannya kepada guru. Disini, guru memberikan batasan kepada murid, misalnya menurut jumlah ayat, lalu me-minta murid untuk menghafalkannya. Panjang pendeknya batasan sangat tergantung kepada kemampuan masing-masing murid untuk meng-hafal. Murid bisa menghafalnya di rumah. Pada keesokan harinya, atau pada jam tatap muka yang lain, guru mendengarkan bacaan murid langsung dari hafalannya.

Metode ini merupakan metode yang paling po-puler dipergunakan dalam berbagai halaqah Al-Qur'an, bahkan boleh dikatakan merupakan sa-tu-satunya metode utama dalam berbagai hala-qah Al-Qur'an yang ada.



Kedua, at-tasmi' wal muraja'ah (memperdengarkan dan mengulang kembali)

Yaitu, murid memperdengarkan bagian Al-Qur'an yang telah dia hafal kepada gurunya. Setelah itu murid melakukan pengulangan kembali seluruh bagian yang telah ia hafalkan sebelumnya, atau sebagiannya, di hadapan gurunya, dengan tuju-an untuk memperkuat hafalan.

Disini kita dapati murid yang mengerahkan daya upaya yang sangat baik dalam rangka memper-dengarkan pencapaian hafalannya, juga meng-ulang kembali apa yang telah ia hafal sebelum itu. Metode ini setingkat lebih sedikit pengguna-annya dibanding metode pertama diatas.



Ketiga, ta'limu at-tajwid (pengajaran tajwid)

Yaitu, guru melakukan pembetulan (tashhih) ter-hadap bacaan muridnya, juga membenahi (ish-lah) hukum-hukum tajwid yang diterjangnya. Hal itu dilakukan dengan meminta murid untuk me-nerapkan hukum-hukum tajwid dan menjelaskan sebab-sebab hukum bacaannya.

Metode ini lebih sedikit pengunaannya dibanding dua yang terdahulu.



Keempat, at-talqin qabla al-hifzh (menuntun sebelum menghafal)

Yaitu, guru meminta murid untuk membaca satu penggal tertentu dari Al-Qur'an, atau satu surah, atau bagian mana yang hendak dia hafalkan keesokan harinya. Tahap membaca ini dilakukan murid di hadapan guru langsung dengan melihat mushhaf Al-Qur'an. Tindakan ini ditujukan untuk menjaga kualitas hafalannya.

Metode ini lebih jarang digunakan dibanding yang sudah disebutkan sebelumnya. [*]


[ 4 ]

Beberapa Kekeliruan Metode Pengajaran dalam Halaqah Al-Qur'an

Pertama, terlalu banyaknya jumlah murid dalam satu halaqah.

Yang kami maksud dengan "terlalu banyak" adalah jumlah yang melampaui batas yang se-harusnya, disesuaikan dengan batasan waktu halaqah yang tersedia, yang biasanya diseleng-garakan antara waktu 'Ashr hingga Maghrib atau antara Maghrib sampai 'Isya. Rentang waktu ini berkisar antara satu sampai satu setengah jam.

Sebagian orang beranggapan bahwa banyaknya jumlah murid dalam satu halaqah Al-Qur'an me-nandakan besarnya minat dan antusiasme terha-dap Al-Qur'anul Karim. Mereka menyangka bah-wa ini merupakan fenomena yang sehat yang menjadi pertanda keberhasilan halaqah.

Ini adalah keyakinan yang tidak bisa diterima, sebagaimana akan kami jelaskan sebab-sebab-nya berikut ini. Diantara efek negatif kekeliruan diatas adalah:

1.     Tidak adanya fokus serta perhatian guru kepada kualitas bacaan muridnya.

Sebab, guru berpandangan supaya segera selesai, yakni agar mencukupi jatah waktu yang disediakan untuk mendengar bacaan seluruh murid yang diasuhnya. Maka, ia akan bersikap agak sembrono dan cende-rung kompromistis dalam aspek pengucapan dan bacaan murid-muridnya.

2.     Sedikitnya pencapaian hafalan atau terbatasnya jumlah yang sudah dihafalkan.

Ini berpulang kepada alasan yang dipikirkan oleh guru diatas, yakni kurangnya waktu un-tuk mendengarkan bacaan muridnya. Maka, bisa jadi seorang murid hanya akan meng-hafal setengah halaman mushhaf, dan bu-kannya satu halaman penuh.

3.     Meninggalkan muraja'ah hafalan seorang murid atau menundanya sampai besok.

Sudah barang tentu sangat penting untuk menyatukan suatu pelajaran baru dengan mengulang hafalan sebelumnya (muraja'ah), yakni melalui tahap pengulangan yang terus-menerus agar hafalan semakin kuat dan menjadi mantap sekokoh gunung-gunung. Jika jumlah murid terlalu banyak, terpaksa guru meninggalkan proses muraja'ah ini agar waktu yang ada mencukupi guna mende-ngarkan hafalan seluruh murid yang diasuh-nya, atau untuk mendengarkan muraja'ah dari sebagian mereka dan membiarkan se-bagian yang lain.

4.     Kekacauan di antara murid.

Masalah ini muncul ketika mereka berebut maju ke hadapan gurunya guna memperde-ngarkan hafalan mereka masing-masing. Se-bab, mereka khawatir mendapat giliran lebih akhir sementara di saat itu sang guru sudah sangat sibuk dengan teman-temannya yang lain, sehingga tidak begitu terfokus dalam mendengarkan bacaan murid-muridnya.

Ini adalah efek-efek negatif paling nyata yang akan menimpa halaqah dengan jumlah murid melebih jatah waktu yang tersedia.



Kedua, lemahnya mutaba'ah (kontrol dan pengawasan).

Yang kami maksud dengan mutaba'ah adalah dari pihak guru, pengelola madrasah, dan wali murid. Masing-masing pihak mempunyai beban tanggung jawab yang sama dalam melakukan kontrol dan pengawasan ini, baik terhadap hala-qah maupun pribadi muridnya. Berikut kami beri-kan penjelasan lebih rinci:

1.     Mutaba'ah dari guru.

Sebagian guru ada yang tidak memandang pentingnya mutaba'ah terhadap hafalan ma-upun muraja'ah setiap murid. Kelemahan ini tampak ketika guru tidak sedikit pun me-nyentuh buku catatan mutaba'ah, sehingga dia tidak mencatat apa yang sudah dihafal atau diulang oleh murid yang bersangkutan, atau berapa nilai yang diperoleh murid dalam hafalan dan muraja'ah-nya itu; baik hal itu ditulis dalam jurnal halaqahnya sendiri mau-pun buku catatan pribadi si murid.

2.     Mutaba'ah dari pengelola madrasah.

Hal ini dilakukan dengan memeriksa jurnal setiap halaqah maupun pengambilan sampel secara acak dari buku-buku catatan pribadi murid, secara rutin setiap harinya; supaya guru maupun murid sama-sama menyadari adanya perhatian pengelola madrasah terha-dap aktifitas mereka; juga dukungan yang pengelola madrasah berikan kepada mereka untuk maju bersama-sama.

3.     Mutaba'ah dari wali murid.

Sebab, wali murid mempunyai kepentingan yang besar dalam masalah ini. Buku catatan pribadi murid merupakan matarantai penghu-bung yang menyambungkan komunikasi an-tara madrasah dengan rumah. Lewat buku tersebut wali murid dapat mengawasi ke-sungguhan putranya. Ia juga bisa mengon-trol aktifitas dan kemajuan putranya dalam halaqah dengan memeriksa halaman-halam-an buku catatan tersebut.

Diantara efek negatif yang paling tampak dari lemahnya kontrol dan pengawasan ter-hadap aspek-aspek diatas adalah tidak ada-nya perhatian yang baik dari guru (terhadap murid, aktifitas dan kemajuan halaqahnya).

Jiwa yang lemah, akan bertambah lemah manakala kehilangan pengontrol dan peng-awas. Guru pun manusia biasa seperti yang lainnya. Tatkala ia kehilangan kontrol dan pengawasan, serta melihat tidak adanya ke-sungguhan dalam bekerja, akhirnya ia tidak termotivasi untuk maju, ikhlas dan meraih sukses. Ia pun tidak bisa memperoleh peng-arahan saat bersikap sembrono atau berle-bihan (ekstrem). Jika ia melihat seluruh fe-nomena diatas, maka melemahlah gairah dan spiritnya, dan menurun pulalah perha-tiannya kepada murid-muridnya.

4.     Mutaba'ah dari seorang hafizh.

Orang yang memeriksa dokumen-dokumen dari berbagai jam'iyyah tahfizhul Qur'an pasti mendapati jumlah yang sangat mencengang-kan dari para penghafal Al-Qur'an yang ber-hasil menyelesaikan hafalannya, baik dari kalangan anak laki-laki maupun perempuan. Ini adalah sesuatu yang menyejukkan hati si-apa pun yang membacanya maupun mende-ngarnya.

Namun ironisnya, dari kebanyakan para penghafal itu tidak bisa diperoleh buah yang diharapkan setelah mereka lepas dari re-sepsi wisuda. Bahkan, sebagian dari mereka mulai terputus dari halaqahnya dan kemu-dian menjauh sedikit demi sedikit. Dari sini, merembet kepada tidak lagi terawatnya ha-falan mereka, yang bahkan dapat berakibat lenyapnya seluruh hafalan yang pernah me-reka miliki.



Ketiga, tidak adanya disiplin waktu.

Yang kami maksud adalah waktu selama murid berada di dalam halqah. Dalam hal ini, masing-masing halaqah bisa berlain-lainan, tergantung (bagaimana perilaku) murid-muridnya. Ada hala-qah yang menetapkan "sistem waktu terbuka" sejak awal dimulai kegiatan sampai penutupan, ada pula yang menetapkan waktu tertentu kapan (murid mulai) masuk dan kapan pula (diizinkan) pulang.

Sebagian besar halaqah tidak berkomitmen ter-hadap waktu tertentu dalam masalah kehadiran dan kepulangan murid; baik murid datang di awal waktu, atau setelah halaqah berjalan sekian la-ma, atau bahkan pada menit-menit terakhir di penghujungnya!

Atau, (dalam bentuk) diberikannya izin untuk ke-luar bagi murid setelah dia memperdengarkan bagian (hafalan) yang diwajibkan atasnya.

Menurut hemat saya, masalah ini memerlukan kecermatan dan ketelitian dari pihak pengelola madrasah dan wali murid.

Fakta menunjukkan bahwa kekeliruan yang me-rupakan fenomena umum di berbagai halaqah Al-Qur'an ini muncul dikarenakan tidak adanya kontrol yang cermat, dimana efeknya dapat ber-pengaruh negatif kepada pribadi siswa itu sendiri maupun halaqahnya.

Adapun apabila murid dikontrol kehadiran dan kepulangannya, juga diperhatikan sebab-sebab apa yang mengharuskan mereka terlambat da-tang atau pulang lebih awal, maka hal itu bukan sesuatu hal yang keliru.



Keempat, tidak adanya perhatian terhadap perbedaan individual murid.

Sering kita dapati satu halaqah ta'lim Al-Qur'an yang menggabungkan begitu saja murid-murid dari tingkat (marhalah) tsanawiyah (lanjutan), mutawassithah (menengah) dan ibtida'iyah (da-sar). Bahkan, kadang-kadang ada juga anak-anak berusia 5 atau 6 tahun di dalam halaqah tersebut.

Tidak diragukan lagi, pencampuradukan murid seperti ini mempunyai efek negatif terhadap guru maupun gerak maju halaqah yang diasuhnya. Para murid sendiri berlain-lainan dari segi fisik, intelek, maupun kapasitas hafalannya.

Diantara efek negatif pencampuran ini adalah:

1.     Terhadap guru.

Dimana ia tidak akan bisa fokus dan ber-pindah-pindah dari satu murid dengan ke-mampuan hafalan yang sangat maju kepada anak kecil yang masih mulai belajar meng-hafal; atau dari pemuda yang cepat hafal-annya kepada murid lain yang sebaliknya. Demikianlah, ini merupakan sebagian per-soalan yang akan menyebabkan pembuang-an waktu setiap harinya dalam rangka men-capai target hafalan setiap murid dan kewa-jiban muraja'ah mereka masing-masing.

2.     Terhadap halaqah.

Pertama, terjadinya pertengkaran di antara sesama murid, biasanya karena dominasi murid yang lebih besar atas teman-teman-nya yang lebih kecil.

Kedua, tidak adanya perhatian yang baik ke-pada anak-anak berusia lebih kecil. Biasa-nya perhatian terbatas untuk anak-anak ber-usia lebih tua. Murid dengan usia lebih muda hanya diberikan perhatian sisa-sisa, dimana mereka diberikan pelajaran secara tergesa-gesa atau muraja'ah secara sambung-me-nyambung; yang pada gilirannya bisa me-nyebabkan lemahnya daya serap mereka dan bahkan membuat mereka patah sema-ngat samasekali.



Kelima, tingginya ketidakhadiran murid dan keterlambatan mereka dalam menghadiri halaqah.

Ketidakhadiran yang berulang-ulang maupun ke-terlambatan hadir merupakan masalah yang umum terjadi dalam berbagai halaqah. Sebab, sebagian murid beranggapan bahwa bergabung ke dalam halaqah Al-Qur'an hanya untuk mengisi waktu luang. Ia tidak punya tujuan selain itu. Inilah salah satu sebab yang mendorong mereka untuk tidak memperhatikan kehadirannya.

Tidak diragukan lagi, keterlambatan datang atau bahkan samsekali tidak hadir menimbulkan efek-efek negatif kepada murid, antara lain:

1.     Tidak bagusnya rata-rata pencapaian hafal-an di antara siswa dalam halaqah tersebut.

2.     Ketidakhadiran maupun keterlambatan murid dari halaqahnya dikhawatirkan jika disalah-gunakan untuk melakukan berbagai aktifitas tidak terpuji tanpa sepengetahuan wali mu-rid yang bersangkutan.

3.     Dikhawatirkan apabila tindakan tersebut di-tiru oleh teman-temannya, terlebih jika tidak ada ketegasan dari pihak pengelola madra-sah dengan bantuan para guru dan wali mu-rid untuk mengatasi masalah ini.



Keenam, tidak adanya pemilihan guru yang cakap (menguasai di bidangnya).

Menurut pengamatan saya, ini merupakan pro-blema yang umum terjadi. Banyak kita dapati bahwa pengajar di halaqah ini atau itu bukanlah sosok yang kompeten dalam mengajarkan ma-teri tertentu, bahkan kadangkala ia tidak mempu-nyai kompetensi mengajar secara umum sama-sekali.

(Seringkali alasan) penentuan sebagai guru ka-rena dia adalah hafizh seluruh Al-Qur'an atau se-bagiannya; atau (sebagai penarik) agar halaqah bisa terus berlangsung; atau karena dia seseo-rang yang gemar atau penuh semangat dalam amal kebajikan; dan dari sini (tidak lagi ada upa-ya) untuk mencari guru lain yang lebih cocok atau dipilih berdasarkan sebab-sebab yang se-suai. Semua ini memang baik, dan merupakan akibat dari berbagai motif yang baik pula.

Namun, mengajar di dalam halaqah Al-Qur'an memerlukan pengetahuan, spesialisasi, dan kompetensi yang tidak kalah besarnya dibanding pengetahuan, spesialisasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh profesi keguruan lainnya. Bahkan, seorang pengajar dalam halaqah Al-Qur'an dituntut menyelaraskan antara pengeta-huannya dengan tindak-tanduk lahiriahnya, dan juga menerapkan akhlaq yang paling luhur dan paling tinggi.

Diantara efek negatif kekeliruan ini adalah tidak adanya kesalingcocokan diantara guru dengan muridnya. Hal itu bermula dari tiadanya penge-tahuan guru terhadap metode-metode mengajar yang baik, kelemahan kapasitas ilmiah dan pae-dagogik guru tersebut, dan juga kecakapannya.

[*]


[ 5 ]

Metode Terbaik untuk Mengajarkan Al-Qur'an dalam Halaqah

Pertama, penyiapan tempat.

Hal pertama yang mungkin bisa kita amati dan persiapkan adalah tempat halaqah. Halaqah-ha-laqah Al-Qur'an yang diselenggarakan dan dike-lola oleh berbagai jam'iyyah tahfizhul Qur'an umumnya berada di masjid, baik kecil maupun besar (yakni, Masjid Jami').

Masjid merupakan tempat yang paling tepat untuk mengajarkan Al-Qur'an. Sekarang, masa-lahnya tinggal bagaimana memilih masjid dari sisi luas bangunan dan fasilitas penunjangnya, seperti penerangan, sirkulasi udara, kebersihan dan ketenangan.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam ma-salah ini adalah, sbb:

1.     Pengaturan tempat-tempat halaqah di masjid.

Sebaiknya dipilih tempat yang cukup jauh dari tempat yang biasanya dipersiapkan un-tuk melaksanakan shalat dalam masjid ter-sebut. Sudah dimaklumi bahwa sebagian ja-maah masjid ada yang sengaja tetap tinggal di tempatnya untuk membaca Al-Qur'an atau mengamalkan wirid rutinnya. Jika halaqah berada di dekatanya, maka hal itu akan mengganggunya. Kadangkala muncul suara-suara (dalam halaqah) yang bisa meng-ganggu orang tersebut dalam menyelesaikan wiridnya.

2.     Hendaknya tempat yang disediakan sebagai area halaqah mencukupi untuk menampung keseluruhan murid, dimana guru dapat meli-hat mereka semuanya, dengan tidak penuh berdesakan dan tidak pula berpencar saling berjauhan.

3.     Perhatikan aspek kebersihan tempat halaqah.

Sudah dimaklumi bahwa anak-anak yang le-bih kecil tidak begitu menaruh perhatian ter-hadap masalah kebersihan. Pada umumnya mereka membawa aneka rupa permen dan makanan di saku bajunya, yang bisa me-ninggalkan banyak bekas di manapun mere-ka berada. Oleh karenanya, hendaknya pe-nanggung jawab halaqah senantiasa mem-perhatikan masalah kebersihan tempat be-lajar ini setiap harinya.



Kedua, memperhatikan sifat-sifat guru dalam halaqah Al-Qur'an.

1.     Ikhlas.

Keikhlasan termasuk sebagian dari amal yang paling agung. Suatu amal bahkan tidak akan diterima di sisi Allah jika tidak diniatkan ikhlas semata-mata karena-Nya.

Dalam At-Tibyan, Imam Nawawi menulis, "...hal pertama yang seyogyanya dilakukan oleh seorang pengajar dan pelajar Al-Qur'an adalah meniatkan semua aktifitasnya itu demi meraih ridha Allah ta'ala, sebab setiap orang akan diberi (karunia, balasan) menurut kadar niatnya masing-masing." (hal. 130).

Pengaruh seorang guru atas murid-muridnya sangat tergantung pada kadar keikhlasan, keshalihan dan kebaikan tujuannya.

2.     Sabar.

Kesabaran adalah sifat yang sangat luhur diantara sifat-sifat seorang mukmin. Allah menjanjikan pahala dan balasan yang besar atas sifat ini. Tanpa kesabaran tidak mung-kin seseorang dapat meraih cita-citanya dan mencapai tujuan yang diinginkannya.

Kesabaran bagi seorang pengajar Al-Qur'an sangat penting artinya, sebab dia bekerja pa-da medan pendidikan (tarbiyah), pengajaran (ta'lim), dan menyampaikan gagasan kepada sekelompok orang, bahkan lebih khusus lagi adalah satu generasi pemuda yang berlain-lainan dalam kapasitas intelektual, akhlaq, pengetahuan, dan adat-istiadatnya.

Membawa generasi ini untuk beradab de-ngan adab-adab Qur'ani dan berakhlaq de-ngan akhlaq-akhlaq Qur'ani jelas membu-tuhkan kesabaran, ekstra kesabaran, ke-mampuan untuk menahan diri (yakni: ber-sikap santun), dan kelemahlembutan; supa-ya mereka mau menerima kata-katanya dan meneladani dirinya.

3.     Berakhlaq dan berperilaku baik.

Berakhlaq baik adalah satu diantara sifat Ra-sulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasal-lam yang dipuji oleh Rabb semesta alam, "Dan sesungguhnya kamu benar-benar ber-budi pekerti yang agung." (QS al-Qalam: 4).

Beliau juga memerintahkan (kita semua) un-tuk menerapkannya, dimana beliau bersab-da, "Dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik." (Riwayat Tirmidzi, IV/355).

Ketika seorang guru memiliki akhlaq yang baik, maka pengaruhnya akan muncul se-demikian menakjubkan dalam diri murid-mu-ridnya. Mereka pun akan mencintainya, me-ngamalkan kata-katanya dan menaati pe-rintahnya.

Adapun guru yang buruk akhlaqnya, tidak perlu waktu lama bagi murid untuk memben-cinya. Mereka pun tidak akan mau mende-ngarkan kata-katanya, dan bahkan membuat mereka tidak betah berlama-lama berada da-lam halaqah.



4.     Adil.

Allah ta'ala telah memerintahkan untuk ber-sikap adil melalui firman-Nya, "Sesungguh-nya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil..." (QS an-Naml: 90).

Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wa-sallam pun memerintahkan hal serupa dalam kaitannya dengan anak-anak. Beliau bersab-da, "Bertaqwalah kepada Allah, dan bersikap adillah terhadap anak-anak kalian." (Lihat: al-Adab asy-Syar'iyyah, I/181).

Jika seorang guru tidak bersikap adil terha-dap murid-muridnya, maka tindakannya akan menyebabkan kekacauan, keliaran, dan pe-rasaan enggan serta terpaksa, baik bagi guru itu sendiri, para murid maupun halaqah secara keseluruhan.

Bentuk-bentuk sikap adil terhadap murid sa-ngat banyak, diantaranya:

a)     Bersikap adil ketika mendengarkan ha-falan mereka. Hal itu dapat ditempuh dengan mendahulukan siapa yang da-tang lebih dahulu, satu demi satu, se-bagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi, "Dalam mengajar, hendaknya guru – ketika para murid banyak berde-sakan – agar mendahulukan siapa yang paling awal datangnya, satu demi satu, dan jangan mendahulukan lebih dari satu pelajaran (bagi salah seorang dari mereka) kecuali dengan kerelaan dari teman-temannya." (Al-Majmu', I/33).

Termasuk cakupan keadilan ini adalah kecermatan dalam mendengarkan apa yang mereka hafalkan, juga dalam hal menyamakan penggalan (ayat atau su-rat) yang diwajibkan atas mereka untuk dihafalkan atau di-muraja'ah, terutama jika mereka selevel dalam hal kapasitas intelektualnya.

b)     Bersikap adil terhadap murid dalam hal mutaba'ah (kontrol), menanyakan (ka-bar, kemajuan, kendala, dll), dan dalam memotivasi mereka.

Dan seterusnya masih banyak lagi jenis keadilan yang bisa dirinci.

5.     Spesialis di bidangnya.

Yang kami maksud dengan "spesialis" ada-lah penguasaannya yang mumpuni terhadap bidang yang diajarkannya, yakni menguasai dengan baik dari segi hafalan, memahami tempat-tempat keluarnya huruf (makharijul huruf) beserta sifat-sifatnya, mempunyai ba-caan yang baik tajwidnya, dan memiliki se-dikit banyak pengetahuan seputar 'Ulumul Qur'an, seperti masalah qira'at (ragam baca-an Al-Qur'an), asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), serta makna ayat-ayatnya (yakni: tafsir dan ta'wil).

Ketiga, empat aspek mendasar yang harus mendapatkan perhatian lebih dalam setiap halaqah Al-Qur'an.

1.     Tilawah.

Tilawah adalah landasan dasar talaqqi (pe-nyampaian bacaan secara langsung). Penu-lisan Al-Qur'an sendiri dalam berbagai mush-haf menurut Rasm 'Utsmani tidak sama de-ngan metode penulisan lain pada umumnya.  Oleh karena itu akan didapati huruf-huruf yang ditulis namun tidak diucapkan, demi-kian pula sebaliknya (yakni: diucapkan na-mun tidak ada tulisannya).

Oleh karenanya pula Al-Qur'an mempunyai kekhususan dibanding lainnya, yakni dalam hal diwajibkannya penerimaan secara lang-sung dari mulut guru, supaya pengucapan-nya betul-betul tepat sebagaimana yang di-terima dari Nabi shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam, sehingga sampai kepada kita da-lam kondisi "segar lagi utuh" melalui sanad-nya yang bersambung, persis sebagaimana yang diturunkan kepada Nabi shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam.

Pada langkah pertama, hal perlu dikontrol secara ketat dalam halaqah tahfizhul Qur'an adalah tilawah. Hal itu ditempuh dengan cara seorang guru membacakan satu surat atau penggalan tertentu yang hendak dihafalkan di hadapan seluruh murid. Kemudian guru meminta murid untuk mengulanginya kem-bali dengan tetap melihat kepada mushhaf. Bila murid telah menguasai dengan baik bacaannya, maka guru segera berpindah ke tingkatan selanjutnya, yakni hafalan (tahfizh).

Diantara buah dari metode ini adalah:

  1. Terhindar dari kesalahan dalam praktik bacaan. Sebagaimana telah kami sing-gung sekilas di muka, bahwa penulisan mushhaf Al-Qur'an menggunakan Rasm 'Utsmani berbeda dengan metode penu-lisan pada umumnya. Jika seorang mu-rid mengucapkan kalimat-kalimat atau huruf-huruf (dalam Al-Qur'an) menurut aturan Rasm 'Utsmani maka dia pasti terhindar dari kesalahan.
  2. Cepat dalam menghafal. Hal itu dikare-nakan seringnya telinga murid mende-ngar bacaan (yang sama). Pertama ia mendengar dari bacaan gurunya, lalu bacaannya sendiri di hadapan gurunya, dan saat ia mengulangi kembali bacaan-nya. Semua ini akan sangat membantu-nya dalam menghafal.

Namun perlu dicatat pula bahwa ada bebe-rapa hal yang menjadi konsekuensi langsung dari metode ini, yaitu:

a)     Lambatnya kemajuan pencapaian (tar-get) hafalan. Namun, jika hal ini diban-dingkan dengan buah dari metode ini sebagaimana disebutkan di muka, maka masalah ini tidaklah seberapa, terlebih-lebih setelah halaqah berjalan secara rutin dan kontinyu.

b)    Diperlukannya waktu yang relatif lama dari seorang guru untuk menghadapi setiap murid yang diasuhnya. Menurut saya, ini tidaklah mengapa, sebab de-ngan jalan ini akan terwujud tujuan yang benar dari sebuah halaqah.

c)     Dituntut jumlah murid yang relatif sedikit dalam setiap halaqah. Hal inipun meru-pakan tuntutan yang sudah sewajarnya untuk diusahakan, supaya praktik baca-an murid benar-benar bagus. Dari pihak guru, sedikitnya murid tentu mempermu-dah mutaba'ah (kontrol) dan menjamin terwujudnya hasil dari halaqah.

2.     Hafalan.

Ini merupakan tujuan terbesar dari halaqah Al-Qur'an. Untuk tujuan ini pulalah didirikan berbagai jam'iyyah. Setelah murid menyele-saikan pembacaan satu surah atau peng-galan tertentu yang hendak dihafalkan, ia bisa diminta untuk segera menghafal bagian tersebut dan menguasainya dengan sem-purna.

Pada umumnya, tahap hafalan yang dida-hului penguasaan bacaan yang baik akan menjadi lebih mudah dan lancar, selain – tentu saja – dipastikan aman dari kesalahan dalam praktik bacaannya.

3.     Muraja'ah.

Ini merupakan persoalan penting dalam ha-laqah Al-Qur'an. Nabi shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam sendiri memerintahkan hal ini dalam sabdanya, "Rawatlah (hafalan) Al-Qur'an kalian, karena demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh Al-Qur'an itu lebih mudah terlepas (dari ingatan) diban-ding lepasnya seekor unta dari ikatannya." (Riwayat al-Bukhari, no. 4746).

Menurut penilaian saya, muraja'ah yang di-lakukan oleh guru terhadap hafalan murid-muridnya merupakan salah satu persoalan mendasar yang tak tergantikan dalam hala-qah tahfizhul Qur'an mana pun.

Muraja'ah sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:

Pertama, muraja'ah yaumiyyah, yaitu rutin dan kontinyu dalam memperdengarkan kem-bali bagian yang sudah berhasil dihafalkan pada waktu sebelumnya.

Kedua, muraja'ah dauriyyah, yakni meng-ulang hafalan satu surah atau satu juz se-cara utuh setelah selesai menghafalnya ba-gian demi bagian.

Dengan kontinyuitas muraja'ah akan diper-oleh manfaat, sbb:

a)     Penguatan dan peneguhan hafalan. Ini merupakan pengertian yang bisa kita ambil dari hadits "Rawatlah (hafalan) Al-Qur'an kalian..."

b)    Bertambahnya amal kebaikan. Hal itu terjadi karena seringnya dilakukan pem-bacaan. Setiap huruf dicatat sepuluh ke-baikan, sedangkan satu kebaikan diba-las dengan sepuluh kali lipatnya, seba-gaiman yang dinyatakan oleh Rasullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam.

c)     Kesibukan murid untuk membaca Al-Qur'an di setiap waktu dan kesempatan akan memelihara waktunya dari terbu-ang sia-sia.

4.     Tafsir.

Yang kami maksud adalah penafsiran dari kata-kata yang asing (gharib) berikut penje-lasan akan maknanya. Akan sangat baik jika guru bisa memberikan cuplikan ringkas yang menjelaskan pengertian global dari ayat-ayat yang sedang dipelajari, disertai penjelasan mengenai asbabun nuzul-nya (jika ada), dan aspek keterkaitan antara ayat satu dengan lainnya supaya lebih mudah untuk dihafal-kan.

Metode ini dapat diterapkan oleh guru apa-bila murid-murid yang berada dalam hala-qahnya menempuh hafalan pada level yang sama, yakni bila mereka menghafal satu juz atau surah yang sama, secara bersamaan.

Adapun ketika level para murid berbeda-beda dalam halaqah yang sama, tentunya sukar untuk diberikan kepada masing-ma-sing mereka pengertian global, penjelasan asbabun nuzul, dan lain sebagainya. Yang masih mungkin dilakukan hanyalah penjelas-an arti kata-kata yang asing (gharib) saja. Saya berpandangan bahwa hal terakhir ini merupakan salah satu perkara penting da-lam halaqah Al-Qur'an.

Semua yang sudah dipaparkan diatas merupa-kan uraian dari aspek proses pembelajaran. Ma-sih ada satu aspek lagi yang tidak kalah penting dan perlu mendapat perhatian dalam halaqah Al-Qur'an, yang selengkapnya akan dijelaskan da-lam bagian berikut.



Keempat, aspek lain yang harus diperhatikan, yakni dalam masalah "pemberian pelajaran".

1.     Tsawaab (reward, pemberian imbalan).

Ini biasanya disebut dengan "pendorong semangat", baik bersifat material maupun immaterial, berkelanjutan maupun insidental.

Pemberian motivasi akan mendorong murid untuk semakin bersemangat, berusaha me-nguasai hafalan sebaik-baiknya, dan mene-rapkan akhlaq-akhlaq Al-Qur'an yang luhur. Bahkan, bisa juga mendorong mereka untuk meneladani, bekerjasama, dan tidak mening-galkan gurunya. Sebagaimana dinyatakan, "Pemberian balasan (reward) lebih kuat dan abadi pengaruhnya dibanding pemberian hu-kuman (punishment) dalam proses pendi-dikan, demikian pula sebaliknya. (Begitulah) pentingnya pemberian kompensasi (muka-fa'ah) dalam memantapkan respon-respon yang benar dan meneguhkan pengajaran. (Lihat: Ushulu 'Ilm an-Nafsi, hal. 269).

Pemberian imbalan dan motivasi, walau da-lam bentuk sanjungan, pujian dan doa bagi-nya, mencatat prestasi dalam buku catatan pribadi murid yang bersangkutan, pemberian sertifikat penghargaan, memajang namanya di papan pengumuman, pengiriman ucapan terima kasih kepada wali murid yang ber-sangkutan atau gurunya, dan lain-lain; se-mua itu mempunyai pengaruh dalam memo-tivasi murid dan juga terhadap kemajuan ha-laqah secara keseluruhan. Hal ini semakin memperkuat alasan di balik perlunya mem-perhatikan aspek penting ini dalam bidang pendidikan, terlebih-lebih lagi dalam penga-jaran Al-Qur'an di berbagai halaqah.

2.     'Iqaab (punishment, sanksi dan hukuman).

Sanksi dan hukuman adalah prinsip dasar yang diakui oleh Islam dan diamalkan oleh para ulama'. Hal ini ditempuh bila langkah pemberian imbalan (tsawaab, reward) tidak mampu merealisasikan tujuan yang diharap-kan. Pemberian hukuman mempunyai ba-nyak metode yang bukan pada tempatnya untuk dibahas dan diuraikan panjang lebar disini. Kami hanya bermaksud untuk me-nyatakan bahwa pemberian sanksi merupa-kan salah satu metode yang biasa diper-gunakan dalam berbagai halaqah Al-Qur'an. Oleh karenanya pula Imam Nawawi menya-takan, "Dan barangsiapa (dari murid) yang bertindak sembrono maka (guru) dapat ber-sikap sedikit agak keras kepadanya..." (Li-hat: at-Tibyan, hal. 21).

3.     Pembenahan (taqwim) yang kontinyu.

Baik pembenahan ini dikenakan kepada gu-ru, murid maupun madrasah. Dengan ada-nya pembenahan rutin harian, mingguan, bulanan, per kelas, maka dari sinilah setiap akhir tahun akan tampak aspek-aspek ke-lemahan dan kekuatan di dalam masing-masing halaqah Al-Qur'an yang ada. Para penanggungjawabnya pun dapat memper-kuat aspek-aspek yang lemah dan menam-bal kekurangan yang ada, serta menetapkan rencana yang mantap untuk memajukan ha-laqah dan murid-muridnya.

[*]


PENUTUP

Setelah pembicaraan ringkas dan padat seputar metode pengajaran dalam halaqah-halaqah Al-Qur'an, lalu penjelasan metode-metode yang ba-nyak diterapkan dalam pengelolaan halaqah ter-sebut, juga pembicaraan mengenai kekeliruan-kekeliruan yang biasa muncul disana, disusul pemaparan saran metode paling baik untuk pengajaran dalam halaqah; maka kami tutup ri-salah ini dengan satu kesimpulan terpenting yang ingin kami sampaikan, yaitu:

·         Kebutuhan masyarakat kepada pendirian ha-laqah-halaqah Al-Qur'an.

·         Sesungguhnya mempelajari dan mengajar-kan Al-Qur'an termasuk salah satu amalan yang paling utama guna mendekatkan diri kepada Allah.

·         Keumuman dan dominasi metode-metode tradisional dalam berbagai halaqah Al-Qur'an.

·         Mayoritas guru dalam berbagai halaqah Al-Qur'an berada di bawah garis rata-rata ke-mampuan yang dipersyaratkan untuk meng-ajar disana, yang berarti pula sangat diper-lukan upaya peningkatan pengetahuan dan kompetensi mereka.

·         Pentingnya pemilihan dan seleksi guru-guru yang cakap.

·         Pentingnya pengembangan berkelanjutan terhadap pengajaran dalam berbagai hala-qah Al-Qur'an dengan mengadopsi berbagai teknik ilmu-ilmu modern.

[*]


SARAN-SARAN

·         (Bangun) keinginan kuat untuk berkomitmen dengan manhaj para sahabat radhiya-llahu 'anhum dalam mengajarkan Al-Qur'an, yang diwakili kata-kata Ibnu Mas'ud radhiya-llahu 'anhu, "Dulu, salah seorang dari kami bila ia mempelajari sepuluh ayat, maka ia tidak akan melanjutkannya sampai mengerti betul makna-makna (yang terkandung di dalam-nya) dan (bagaimana) mengamalkannya." (Lihat: Tafsir ath-Thabari III/35 dan Siyaru A'lami an-Nubala' XXI/480).

·         Hendaknya di setiap perkampungan terdapat satu madrasah percontohan yang bertempat di masjid terbesar di lingkungan tersebut, yang berperan dalam memberikan perhatian khusus serta mutaba'ah (kontrol) yang ketat terhadap aspek-aspek alat peraga, tenaga guru, dan standar penilaian.

·         Hendaknya setiap halaqah mempunyai reke-ning khusus di bank yang memudahkan para simpatisan untuk memberikan donasi dana; dan hendaknya halaqah membuka pintu sumbangan (dari luar guna) mendukung ke-berlangsungannya.

·         Upaya tiada henti untuk menempatkan para penghafal Al-Qur'an yang mumpuni sebagai imam di berbagai masjid, sebagai ganti dari mereka yang belum hafal.

·         Hendaknya setiap lima madrasah mempu-nyai satu orang musyrif (pengawas), yang berperan memberikan mutaba'ah dari dekat serta memberikan arahan sebaik-baiknya.

·         Penyelenggaraan training-training pendidik-an bagi para guru halaqah Al-Qur'an, de-ngan tujuan meningkatkan level kemampuan mereka.

·         Pentingnya diadakan pertemuan wali murid setiap bulan atau minimal setahun sekali, agar mereka dapat mengetahui kemajuan anak-anaknya.

·         Pebentukan lembaga atau panitia khusus ri-set Al-Qur'an, dan alangkah baiknya jika difokuskan hanya untuk mengkaji masalah pengajaran Al-Qur'an dan metode-metode yang dapat diterapkan di dalamnya. Seleng-garakan hal ini secara berkala.

·         Ambil iuran dari para wali murid – walau ha-nya sedikit – karena hal itu akan menum-buhkan pemahaman kepada mereka bahwa bergabung ke dalam halaqah Al-Qur'an me-merlukan biaya dan kompensasi tertentu, sehingga orangtua berhak melihat hasilnya nanti.

·         Perhatian terhadap pemilihan para guru de-ngan seleksi yang ketat, dimana guru yang dikehendaki haruslah memiliki kepribadian yang kuat, berakhlaq luhur, ketaatan ber-agama yang mantap, dan adab yang baik.

·         Pemberian kompensasi yang mencukupi ba-gi para guru, sehingga pantas bagi peng-awas, penasihat, dan pengelola madrasah untuk menerapkan mutaba'ah (kontrol) yang ketat kepadanya. Jika kompensasi yang dite-rimanya tidak berimbang maka bisa jadi ia terdorong untuk beralih ke profesi yang lain.

·         Pembentukan dewan tertentu yang terdiri da-ri para jamaah masjid setempat yang bertu-gas untuk mengawasi jalannya madrasah.

·         Pemanfaatan teknik-teknik terbaru dalam teknologi pembelajaran, seperti speaker, LCD projector, komputer, dan lain-lain.

[*]


MARAAJI'



Al-Adab asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, Ibnu Muflih, Maktabah Ibnu Taimiyyah, Kairo.

Adabu ad-Dunya wad Diin, al-Mawardi, editor: Musthafa as-Saqa, Beirut, Darul Kutub al-'Ilmiyyah.

Ushulu 'Ilmi an-Nafs, Ahmad 'Izzat Rajih, al-Maktab al-Mishri al-Hadits, Iskandariyah.

At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur'an, an-Nawawi, editor: Muhammad al-Hajjar, Beirut, Dar Ibnu Hazm, 1414 H.

Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari, Darul Fikr, Beirut, 1415 H.

Tafsir Ibnu Katsir, editor: 'Abdul 'Aziz Ghanim, dkk; Kairo, Dar asy-Sya'b.

Sunan at-Tirmidzi, editor: Muhammad Fu'ad 'Abdul Baqy, Dar Ihya' Turats al-'Arabi.

Siyaru A'lami an-Nubala', adz-Dzahabi, editor: Muhammad Na'im al-Qarqus, Mu'assasah al-Ashaalah, 1402 H.

Shahih al-Bukhari, Imam al-Bukhari.

Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Dar Ihya' Turats al-'Arabi, Beirut, 1392 H.

Fathul Baary, Ibnu Hajar, Darul Ma'rifat, Beirut.

Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, an-Nawawi, Darul Fikr.

Musnad Ahmad, Darul Fikr.

Nuzhatu al-Fudhala' Tahdzibu Siyari A'lami an-Nubala', adz-Dzahabi.