Bismillahirrahmanirrahim
MENGHAFAL AL-QUR’AN
Keutamaannya.
Menghafal Al-Qur’an adalah
mukjizat dan keajaiban yang tiada duanya. Betapa banyak penghafal kitab suci
ini, baik dari kalangan anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Lebih ajaib lagi
adalah jutaan orang yang sebenarnya tidak memahami bahasa Arab namun mampu
membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan sangat fasih, terkadang jauh lebih baik
daripada bangsa Arab sendiri.
Dimudahkannya Al-Qur’an untuk
dihafal dan dibaca adalah bagian dari pemeliharaan Allah terhadap kitab-Nya.
Dengan cara ini maka Al-Qur’an menyatu dengan kaum muslimin, yakni bersemayam
di dalam dada, bukan hanya ada diatas lembaran-lembaran yang mati. Jika bersama
hafalan itu disertakan pula pemahaman, maka dengan izin Allah, Al-Qur’an akan
hidup dan mewarnai keseharian mereka, sebagaimana yang Allah firmankan: “Sebenarnya,
Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang
zhalim.” (QS al-Ankabut: 49).
Oleh karena itu, di masa
silam, Al-Qur’an adalah materi pertama dalam jenjang pendidikan dasar yang dilalui
anak-anak sebelum mereka mencapai usia baligh (dengan cara tasmi', bukan
qira'ah) selain tata cara ibadah wajib, aqidah, adab dan bahasa.
Sebagian anak ada yang menghafalnya sampai tuntas, sedang yang lain menghafal
sesuai kemampuannya. Dengan kata lain, menghafal Al-Qur’an adalah bagian dari
metode tarbiyah yang sangat dahsyat, baik terhadap pribadi maupun umat.
Sebab, diantara tujuan penyelenggaraan halaqah tahfizh adalah melatih
diri dengan adab serta akhlaq yang diajarkan Al-Qur’an, selain meraih kadar
tertentu dalam hafalan.
Ayat Al-Qur’an, hadits Nabi dan
kata-kata ulama’ tentang keutamaan membaca, mempelajari, mengajarkan dan
menghafal Al-Qur’an sangatlah banyak, yang akan terlalu panjang jika diuraikan semuanya
disini. Sebagai contoh, cukuplah kami nukil beberapa diantaranya, sbb:
Allah
ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi; agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS Fathir:
29-30).
Rasulullah
shalla-llahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (Riwayat al-Bukhari).
Beliau
juga bersabda, "(Kelak di Hari Kiamat) akan dikatakan kepada shahib
Al-Qur'an, 'Bacalah, naiklah, dan tartil-kanlah sebagaimana engkau
men-tartil-nya di dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah (sesuai) ayat
terakhir yang engkau baca." (Riwayat at-Tirmidzi; hadits hasan-shahih).
Disini, shahib Al-Qur'an adalah orang yang mengamalkan isinya,
menerapkan akhlaq-akhlaqnya, dan rutin membacanya.
Beliau
juga bersabda, "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah,
maka dia mendapatkan satu kebaikan, sedangkan kebaikan itu (dibalas) dengan
sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Laam Miim itu satu
huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu
huruf." (Riwayat at-Tirmidzi; hadits hasan-shahih).
Beliau
juga bersabda, "Ahli Al-Qur'an adalah ahlullah dan orang
khusus-Nya." (Riwayat Ahmad).
Generasi
salaf yang shalih dari umat ini benar-benar memahami nilai-nilai
kebaikan diatas sebagai sesuatu yang membuat para pelajar dan pengajar
Al-Qur'an menjadi istimewa di tengah-tengah mereka. Inilah Abu 'Abdirrahman
as-Sulami, ulama’ yang duduk membacakan Al-Qur'an kepada kaum muslimin selama
40 tahun di Masjid Kufah, beliau berkata, "Hadits Rasulullah shalla-llahu
'alaihi wa aalihi wasallam yang berbunyi, 'Sebaik-baik kalian adalah orang
yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an', inilah yang membuat aku duduk di
tempat ini."
Imam
asy-Syafi'i berkata, "Barangsiapa yang mempelajari Al-Qur'an, maka menjadi
besarlah nilai dirinya."
Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, "Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang
menyatukan antara mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya adalah orang yang
menyempurnakan dirinya dan orang lain sekaligus. Dia telah menyatukan antara
manfaat yang terbatas (bagi dirinya) dan manfaat yang menular (kepada orang
lain). Oleh karenanya ia menjadi lebih utama."
Kaidah
hafalan. Menghafal Al-Qur’an adalah
tugas yang mulia, sebagaimana sudah dijelaskan sebelum ini. Oleh karena itu,
perlu dimengerti kaidah-kaidahnya supaya dapat diraih manfaatnya secara
maksimal, selain memudahkan proses hafalan maupun upaya pemeliharaannya.
Berikut dikemukakan kaidah-kaidah utama dalam tahfizh Al-Qur’an. Bagian
ini kami ringkas dari buku Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, tanpa uraian maupun
rinciannya, dengan sedikit tambahan dan penyesuaian dari kami sendiri.
Sepuluh
kaidah pokok dalam menghafal, yaitu:
1. Ikhlas semata-mata karena
Allah.
2. Tekad yang bulat dan kuat.
3. Pahamilah besarnya nilai
amalan ini.
4. Amalkanlah apa yang telah
dihafalkan.
5. Bentengi diri dari jerat-jerat
dosa dan kemaksiatan.
6. Berdoalah.
7. Pahamilah makna ayat dengan
benar.
8. Kuasailah ilmu tajwid dengan
baik.
9. Sering-seringlah melakukan muraja’ah
(mengulang hafalan).
10.
Gunakan hafalan yang dimiliki dalam shalat.
Sepuluh
kaidah pendukung hafalan, yaitu:
1. Buatlah perencanaan yang
jelas, maksudnya tentukan berapa target ayat yang akan dihafalkan dalam periode
tertentu.
2. Bergabunglah dalam kelompok, yakni
agar ada teman untuk saling menyimak dalam menghafal.
3. Bawalah mushhaf
ukuran saku, agar memudahkan jika sewaktu-waktu ingin mengulang atau menambah
hafalan.
4. Dengarkan bacaan imam
baik-baik (dalam shalat berjamaah), pahamilah makna atau tafsirnya.
5. Mulailah dari juz atau surah
yang relatif mudah dihafal, dan hindari yang cenderung sukar, terutama di
awal-awal masa hafalan. Namun, ini bersifat relatif, dan tidak selalu demikian.
a. Juz atau surah yang relatif
mudah dihafal, yaitu: Juz ‘Amma, juz 29, juz 27, surah-surah: Al-Baqarah, Ali
‘Imran, Yusuf, Yasin, al-Qashash, al-Anfal, al-Ahzab, Luqman, Shad, al-Kahfi,
al-Mulk, as-Sajdah, al-Insan (ad-Dahr), al-Jumu’ah, al-Munafiqun, dan Qaaf.
b. Juz atau surah yang relatif susah
dihafal, yaitu: juz 28, surah-surah: Yunus, Fathir, an-Nisa’, an-Nahl,
al-Ankabut, dan az-Zumar.
6. Miliki satu jenis saja mushhaf
Al-Qur’an sebagai pegangan tetap dalam menghafal. Jika mempunyai beberapa mushhaf,
maka harus sama persis urutan halamannya dan posisi ayat-ayatnya. Jika mushhaf
pegangan ini hilang, maka penggantinya harus dari jenis yang sama. Tujuannya:
supaya hafalan tidak kacau akibat perbedaan letak ayat, bentuk tulisan, dsb.
7. Jangan tergesa-gesa berpindah
hafalan sebelum benar-benar mantap menghafal bagian sebelumnya.
8. Bagilah surah-surah yang
panjang menjadi beberapa penggalan, sehingga mudah dihafal dan di-muraja’ah
secara bertahap.
9. Perhatikanlah ayat-ayat yang
saling serupa, namun mempunyai perbedaan kecil di dalamnya.
10.
Adakan perlombaan menghafal, bila perlu.
Lima kaidah
tambahan dalam menghafal, yaitu:
1.
Batasilah porsi hafalan harian.
2.
Jangan menghafal melebihi porsi hafalan harian yang
telah ditetapkan, sebelum benar-benar hafal.
3.
Jangan berpindah ke surah lain sebelum menghafal
suatu surah secara sempurna.
4.
Selalu perdengarkan hafalan (tasmi’), baik
kepada guru atau teman.
5.
Manfaatkan usia muda dalam menghafal.
Bagaimana
menghayati Al-Qur’an?
1. Pelajarilah bahasa Arab dengan
baik.
2. Kajilah sejarah hidup (sirah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
3. Pahamilah tafsir Al-Qur’an, atau
paling tidak terjemahannya.
4. Perbanyaklah membaca dan
mengkaji hadits.
5.
Belajar dan amalkan Al-Qur’an secara total.
Merawat
hafalan. Selain dimudahkan untuk
dibaca, dihafal, dan dimengerti, ternyata Al-Qur’an juga sangat mudah hilang
dari hafalan, jika tidak dirawat dan diperhatikan dengan seksama. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Rawatlah (hafalan) Al-Qur’an kalian. Demi
Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh dia lebih mudah lepas
dibandingkan seekor unta dari ikatannya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim,
dari Abu Musa al-Asyari radhiya-llahu ‘anhu).
Anas bin Malik radhiya-llahu
‘anhu menceritakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Ditunjukkan kepadaku pahala-pahala umatku, bahkan termasuk
diantaranya adalah (pahala atas) kotoran yang dikeluarkan oleh seseorang dari
masjid. Ditunjukkan pula kepadaku dosa-dosa umatku, lalu aku tidak melihat ada
dosa yang lebih besar dari suatu surah atau ayat Al-Qur’an yang telah diberikan
kepada seseorang kemudian dia melupakannya.” (Riwayat Abu Dawud dan
at-Tirmidzi).
Oleh karenanya, perlu
dilakukan upaya-upaya sistematis dan kontinyu untuk merawat hafalan Al-Qur’an
yang sudah dipunyai. Generasi salaf mempunyai tradisi yang berlainan
dalam hal ini. Ada yang mengulang hafalannya sehari khatam, tiga hari, lima
hari, seminggu, sepuluh hari, sebulan, dua bulan, dan lain-lain. Menurut Imam
an-Nawawi, kadar itu dapat disesuaikan dengan kondisi serta kecenderungan masing-masing
pribadi. Bagi yang merasa bahwa dengan banyak perenungan akan menemukan
makna-makna yang mendalam, silakan membaca menurut kadar yang dapat memenuhi
tujuannya. Barangsiapa yang terhalang oleh kesibukan untuk belajar, mengajar,
menegakkan agama atau mengurus kemaslahatan kaum muslimin, silakan membaca
dalam kadar yang diamampuinya, asal jangan sampai batas lalai dan kosong
samasekali. Jika tidak termasuk kelompok diatas, silakan memperbanyak membaca
Al-Qur’an semaksimal mungkin, asalkan tidak mengakibatkan kebosanan atau dibaca
dengan hadzramah (terlalu cepat sehingga tidak jelas suaranya). Sebagian
ulama’ tidak menyukai pengkhataman dalam sehari semalam, berdasar sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang diceritakan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr
bin al-‘Ash radhiya-llahu ‘anhuma, “Tidak akan bisa memahami
Al-Qur’an, yakni orang yang membacanya (sampai khatam) dalam waktu kurang dari
tiga malam.” (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan lainnya). [*]