Ilmu Siroh dan Maghazi - Al-Mabadi' Al-'Asyrah (6)


Bismillahirrahmanirrahim

ILMU SIRAH DAN MAGHAZI

Definisi. Ilmu yang membahas tentang sejarah hidup (sirah) dan peperangan (maghazi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ruang lingkup. Tema yang dikaji adalah sejarah hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terutama setelah beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Namun, sering pula disertakan kisah hidup beliau sebelum itu, yang tentu saja ada tambahan keterangan tentang latar kehidupan jahiliyah, sejarah, budaya, agama dan asal-usul bangsa Arab.
Manfaat. Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, dalam muqaddimah kitab Mukhtashar Sirah ar-Rasul menyatakan, “...ketahuilah hal-hal yang diceritakan oleh para ulama’ tentang kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta kaumnya, juga apa yang terjadi diantara beliau dengan mereka selama di Makkah, apa yang terjadi diantara beliau dengan mereka selama di Madinah; ketahui pula apa yang dikisahkan para ulama’ tentang para sahabat beliau, berikut keadaan dan tindakan mereka; niscaya engkau akan mengenal Islam dan kekufuran; sesungguhnya Islam di hari-hari sekarang ini asing (gharib); mayoritas manusia tidak bisa membedakannya dari kekufuran; ini adalah kehancuran yang tidak dapat diharap darinya keberuntungan...”
Jadi, manfaat terpenting yang bisa diraih dengan mengkaji sirah adalah "mengenal Islam sebagaimana aslinya", yang dengan demikian kita dapat memilah unsur-unsur asing yang merembes masuk ke dalam Islam dan kemudian memurnikannya. Atau, sebagaimana pernah disinggung oleh Syaikh 'Abdul Qadir al-Jilani dalam al-Ghunyah, bahwa tujuan persiapan spiritual dalam pendidikan adalah, "...agar mereka (yakni, pelajar) selalu “bersama” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam pikiran (‘aql), perasaan (masya’ir) dan spirit kehidupannya (ma’na); agar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi penunjuk jalan (dalil) dan teladan (qudwah) bagi mereka." Tentu saja, salah satu caranya adalah dengan mengenal sirah beliau dan mengambil teladan darinya.
Keutamaan. Mengkaji sirah adalah bagian dari upaya mengenali keaslian Islam, sebagaimana yang pernah diterapkan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Sirah sendiri merupakan rekaman otentik bagaimana Al-Qur’an diterapkan di muka bumi, dan bukan sekedar catatan peristiwa tanpa makna. Ia adalah Al-Qur’an yang “hidup”, sumber inspirasi yang diwariskan oleh generasi terbaik tersebut untuk umat di belakangnya. Siapapun yang mendalami sirah pasti menyadari bahwa disana terdapat hubungan yang sangat kuat dan tak terpisahkan antara sirah, Al-Qur’an dan Sunnah. Membaca sirah, sepanjang riwayatnya benar dan dapat dipertanggungjawabkan, adalah ibarat membacara sebuah tafsir yang dikarang oleh Rasulullah sendiri. Di sisi lain, membaca sirah adalah usaha serius untuk mencintai dan meneladani Rasulullah, dimana hal ini merupakan konsekuensi Syahadatain dan keimanan kepada para Rasul, sebagaimana diperintahkan secara implisit dalam surah al-Ahzab: 21, "Sungguh telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi siapa saja yang mengharapkan (perjumpaan) dengan Allah dan (kebahagiaan) di Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah." 
Hubungan dengan ilmu lain. Dari satu sisi, ilmu ini merupakan salah satu cabang dari ilmu sejarah (tarikh), yang secara khusus membahas periode kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di sisi lain, karena validitas riwayatnya sangat bergantung kepada hadits dan atsar, maka ilmu ini dapat dianggap pula sebagai bagian dari Ilmu Hadits.
Para perintis. Ulama’ yang pertamakali mengumpulkan riwayat di bidang ini secara khusus adalah Muhammad bin Ishaq bin Yasar (w. 150 H). Ada juga yang berpendapat bahwa bukan beliau yang pertama melakukannya, akan tetapi ‘Urwah bin az-Zubair (w. 94 H). Selain mereka, terdapat beberapa tokoh lain yang mula-mula mengkaji masalah ini secara khusus, atau menaruh perhatian tertentu untuk meriwayatkannya; diantaranya Aban bin 'Utsman (w. 105 H), Wahb bin Munabbih (w. 110 H), Syurahbil bin Sa'ad (w. 123 H), Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (w. 125 H), 'Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm al-Anshari (w. 135 H), Musa bin ‘Uqbah bin Abi ‘Iyasy (w. 141 H), ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Anshari (generasi ke-7, tabi’ tabi’in senior), Ma'mar bin Rasyid al-Azdi (w. 150 H), Abu Muhammad Ziyad bin 'Abdul Malik al-Bakka'i (w. 183 H), Abu Muhammad Yahya bin Sa’id bin Aban al-Umawi al-Kufi al-Hanafi (w. 191 H), Muhammad bin 'Umar bin Waqid al-Waqidi al-Aslami (w. 207 H), Muhammad bin Sa'ad (w. 230 H), Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Aidz al-Qurasyi ad-Dimasyqi (w. 233 H), Ibnu ‘Abdil Barr al-Qurthubi (w. 463 H), dan Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Waqidi (w. 468 H).
Nama. Biasanya disebut dengan sirah (perjalanan hidup) atau maghazi (tempat/waktu peperangan), disebabkan pokok kajiannya yang berfokus kepada keduanya.
Sumber bahan kajian. Bahan yang dipergunakan adalah riwayat-riwayat hadits dari para saksi sejarah, bukti-bukti fisik, juga kesaksian dari sya’ir-sya’ir yang merupakan rekaman bangsa Arab di masa itu terhadap kisah kehidupan mereka di suatu masa.
Masalah yang dikaji. Ilmu ini berusaha merangkai berbagai catatan sehingga membentuk bangunan sejarah yang utuh. Karena sifat khususnya, ilmu ini sering berusaha meneliti validitas serta kualitas riwayatnya dengan menggunakan metodologi Ahli Hadits, lalu memilih mana yang paling kuat dan dapat dijadikan sebagai sandaran. Di masa silam, sirah dan maghazi adalah bagian dari studi hadits, bukan sebuah disiplin ilmu terpisah seperti dikesankan dewasa ini. Oleh karenanya sangat wajar jika seluruh kitab induk hadits pasti mengandung elemen sirah dan maghazi di dalamnya. Meski demikian, metodologi yang dipergunakan dalam meneliti masalah sirah cenderung longgar dibandingkan jika meneliti masalah-masalah hukum dan akidah. Akibatnya, karya-karya di bidang ini dipandang relatif kurang bermutu oleh para Ahli Hadits di zamannya, dan para perawinya sering dikritik dengan pedas.
Literatur penting. Karya paling termasyhur di bidang ini adalah Sirah Ibnu Hisyam yang merupakan ringkasan dan seleksi dari Sirah Ibnu Ishaq yang sudah hilang, sedang al-Maghazi karya Musa bin ‘Uqbah dipandang sebagai karya yang paling shahih. Sangat banyak sumber lain yang ditulis dalam masalah sirah, baik di zaman klasik maupun modern. Diantaranya salah satu bagian dari al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir, salah satu bagian dari Tarikh ath-Thabari, ‘Uyunu al-Atsar karya Ibnu Sayyidinnas, ar-Raudh al-‘Unuf karya as-Suhaili, Tarikh Khalifah bin Khayyath, Mukhtashar Sirah ar-Rasul karya Syekh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Syekh ‘Abdussalam Harun, dan ar-Rahiq al-Mahtum karya Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. [*]