ILMU SIRAH DAN MAGHAZI
Definisi. Ilmu yang membahas tentang sejarah hidup (sirah)
dan peperangan (maghazi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ruang
lingkup. Tema yang
dikaji adalah sejarah hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
terutama setelah beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Namun, sering pula
disertakan kisah hidup beliau sebelum itu, yang tentu saja ada tambahan
keterangan tentang latar kehidupan jahiliyah, sejarah, budaya, agama dan
asal-usul bangsa Arab.
Manfaat. Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, dalam muqaddimah
kitab Mukhtashar Sirah ar-Rasul menyatakan, “...ketahuilah hal-hal yang
diceritakan oleh para ulama’ tentang kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam beserta kaumnya, juga apa yang terjadi diantara beliau dengan
mereka selama di Makkah, apa yang terjadi diantara beliau dengan mereka selama
di Madinah; ketahui pula apa yang dikisahkan para ulama’ tentang para sahabat
beliau, berikut keadaan dan tindakan mereka; niscaya engkau akan mengenal Islam
dan kekufuran; sesungguhnya Islam di hari-hari sekarang ini asing (gharib);
mayoritas manusia tidak bisa membedakannya dari kekufuran; ini adalah
kehancuran yang tidak dapat diharap darinya keberuntungan...”
Jadi, manfaat terpenting yang
bisa diraih dengan mengkaji sirah adalah "mengenal Islam
sebagaimana aslinya", yang dengan demikian kita dapat memilah unsur-unsur
asing yang merembes masuk ke dalam Islam dan kemudian memurnikannya. Atau, sebagaimana pernah disinggung oleh Syaikh 'Abdul Qadir al-Jilani dalam al-Ghunyah, bahwa tujuan persiapan spiritual dalam pendidikan adalah, "...agar mereka (yakni, pelajar) selalu “bersama” Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam pikiran (‘aql), perasaan (masya’ir) dan spirit
kehidupannya (ma’na); agar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi
penunjuk jalan (dalil) dan teladan (qudwah) bagi mereka." Tentu saja, salah satu caranya adalah dengan mengenal sirah beliau dan mengambil teladan darinya.
Keutamaan. Mengkaji sirah adalah bagian dari upaya
mengenali keaslian Islam, sebagaimana yang pernah diterapkan pada zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Sirah sendiri
merupakan rekaman otentik bagaimana Al-Qur’an diterapkan di muka bumi, dan bukan
sekedar catatan peristiwa tanpa makna. Ia adalah Al-Qur’an yang “hidup”, sumber
inspirasi yang diwariskan oleh generasi terbaik tersebut untuk umat di
belakangnya. Siapapun yang mendalami sirah pasti menyadari bahwa disana
terdapat hubungan yang sangat kuat dan tak terpisahkan antara sirah,
Al-Qur’an dan Sunnah. Membaca sirah, sepanjang riwayatnya benar dan
dapat dipertanggungjawabkan, adalah ibarat membacara sebuah tafsir yang
dikarang oleh Rasulullah sendiri. Di sisi lain, membaca sirah adalah usaha serius untuk mencintai dan meneladani Rasulullah, dimana hal ini merupakan konsekuensi Syahadatain dan keimanan kepada para Rasul, sebagaimana diperintahkan secara implisit dalam surah al-Ahzab: 21, "Sungguh telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi siapa saja yang mengharapkan (perjumpaan) dengan Allah dan (kebahagiaan) di Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah."
Hubungan
dengan ilmu lain. Dari satu
sisi, ilmu ini merupakan salah satu cabang dari ilmu sejarah (tarikh),
yang secara khusus membahas periode kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Di sisi lain, karena validitas riwayatnya sangat bergantung
kepada hadits dan atsar, maka ilmu ini dapat dianggap pula sebagai
bagian dari Ilmu Hadits.
Para perintis. Ulama’ yang pertamakali mengumpulkan riwayat di bidang
ini secara khusus adalah Muhammad bin Ishaq bin Yasar (w. 150 H). Ada juga yang
berpendapat bahwa bukan beliau yang pertama melakukannya, akan tetapi ‘Urwah
bin az-Zubair (w. 94 H). Selain mereka, terdapat beberapa tokoh lain yang
mula-mula mengkaji masalah ini secara khusus, atau menaruh perhatian tertentu
untuk meriwayatkannya; diantaranya Aban bin 'Utsman (w. 105 H), Wahb bin
Munabbih (w. 110 H), Syurahbil bin Sa'ad (w. 123 H), Muhammad bin Muslim bin
Syihab az-Zuhri (w. 125 H), 'Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm al-Anshari (w. 135
H), Musa bin ‘Uqbah bin Abi ‘Iyasy (w. 141 H), ‘Abdurrahman bin Muhammad
al-Anshari (generasi ke-7, tabi’ tabi’in senior), Ma'mar bin Rasyid
al-Azdi (w. 150 H), Abu Muhammad Ziyad bin 'Abdul Malik al-Bakka'i (w. 183 H), Abu
Muhammad Yahya bin Sa’id bin Aban al-Umawi al-Kufi al-Hanafi (w. 191 H), Muhammad
bin 'Umar bin Waqid al-Waqidi al-Aslami (w. 207 H), Muhammad bin Sa'ad (w. 230
H), Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Aidz al-Qurasyi ad-Dimasyqi (w. 233 H), Ibnu
‘Abdil Barr al-Qurthubi (w. 463 H), dan Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Waqidi
(w. 468 H).
Nama. Biasanya disebut dengan sirah (perjalanan
hidup) atau maghazi (tempat/waktu peperangan), disebabkan pokok
kajiannya yang berfokus kepada keduanya.
Sumber bahan
kajian. Bahan yang dipergunakan adalah
riwayat-riwayat hadits dari para saksi sejarah, bukti-bukti fisik, juga
kesaksian dari sya’ir-sya’ir yang merupakan rekaman bangsa Arab di masa itu
terhadap kisah kehidupan mereka di suatu masa.
Masalah yang
dikaji. Ilmu ini berusaha merangkai
berbagai catatan sehingga membentuk bangunan sejarah yang utuh. Karena sifat
khususnya, ilmu ini sering berusaha meneliti validitas serta kualitas
riwayatnya dengan menggunakan metodologi Ahli Hadits, lalu memilih mana yang
paling kuat dan dapat dijadikan sebagai sandaran. Di masa silam, sirah dan
maghazi adalah bagian dari studi hadits, bukan sebuah disiplin ilmu
terpisah seperti dikesankan dewasa ini. Oleh karenanya sangat wajar jika
seluruh kitab induk hadits pasti mengandung elemen sirah dan maghazi di
dalamnya. Meski demikian, metodologi yang dipergunakan dalam meneliti masalah sirah
cenderung longgar dibandingkan jika meneliti masalah-masalah hukum dan
akidah. Akibatnya, karya-karya di bidang ini dipandang relatif kurang bermutu
oleh para Ahli Hadits di zamannya, dan para perawinya sering dikritik dengan
pedas.
Literatur
penting. Karya paling termasyhur di
bidang ini adalah Sirah Ibnu Hisyam yang merupakan ringkasan dan seleksi
dari Sirah Ibnu Ishaq yang sudah hilang, sedang al-Maghazi karya Musa
bin ‘Uqbah dipandang sebagai karya yang paling shahih. Sangat banyak
sumber lain yang ditulis dalam masalah sirah, baik di zaman klasik
maupun modern. Diantaranya salah satu bagian dari al-Bidayah wan Nihayah
karya Ibnu Katsir, salah satu bagian dari Tarikh ath-Thabari, ‘Uyunu
al-Atsar karya Ibnu Sayyidinnas, ar-Raudh al-‘Unuf karya as-Suhaili,
Tarikh Khalifah bin Khayyath, Mukhtashar Sirah ar-Rasul karya
Syekh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Syekh
‘Abdussalam Harun, dan ar-Rahiq al-Mahtum karya Syekh Shafiyyurrahman
al-Mubarakfuri. [*]