SEJARAH PUASA DAN PUASA RAMADHAN

 

Bismillahirrahmanirrahim


Puasa adalah bentuk latihan spiritual yang universal, sudah dikenal oleh berbagai bangsa sejak zaman kuno, dengan beragam alasan, teknik dan tujuan. Dalam bentuk yang non-spiritual, puasa juga bukan sesuatu yang baru, misalnya dalam praktek pengobatan/kedokteran.
Ada beberapa alasan yang mendorong seseorang berpuasa. Misalnya karena alasan religius, demi mendapat kontrol spiritual terhadap tubuhnya maupun orang lain, mendapat kekuatan magis, menyesali kesalahan, ekspresi protes, mencapai ketenangan spiritual dan kebahagiaan jiwa, diet pengobatan penyakit tertentu, persiapan operasi, dsb.
Dalam Jainisme (tradisi keagamaan India kuno), dikenal praktik Paryusana, yakni masa puasa disertai penyesalan dosa dan menebar perbuatan baik. Biasanya dilakukan di musim hujan yang bisa berlangsung selama 4 bulan, namun Paryusana sendiri dilakukan minimum selama 70 hari.
Dalam agama Yahudi, dikenal Yom Kippur, puasa Hari Penebusan, yang jatuh pada hari ke-9 setelah Rosh Hasanah (tahun baru Yahudi), yang biasanya jatuh sekitar 5 September sampai 5 Oktober. Yom Kippur dimulai sejak matahari tenggelam hari itu sampai matahari tenggelam hari berikutnya. Orang Yahudi selama itu tidak makan atau minum apapun, dan biasanya tinggal di rumah merenungi dosa atau mengikuti kebaktian di sinagog.
Dalam agama Kristen (Katholik Roma dan sebagian kalangan Protestan), ada masa puasa panjang 40 hari, disebut Lent. Kata ini berakar dari lencten, artinya musim semi. Puasa ini dimulai sejak hari Rabu Abu (Ash Wednesday) sampai tibanya Hari Raya Paskah (Easter). Kata Easter sendiri kemungkinan berakar dari Eostre, nama dewi musim semi Inggris kuno. Hari Rabu Abu biasanya jatuh antara 4 Februari sampai 10 Maret. Puasa itu konon mengenang masa dimana Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun. Ada yang berpuasa penuh selama itu, ada yang mengecualikan hari Ahad, ada juga yang mengecualikan Sabtu dan Ahad. Dalam puasa itu, ada beberapa jenis makanan yang dilarang, dan orang tidak makan minum sebanyak biasanya. Namun, melihat pemilihan harinya, juga istilah yang dipakai, tampaknya ada pengaruh dari kepercayaan pagan kuno dalam puasa ini.
Puasa Ramadhan diwajibkan kepada kaum muslimin pada bulan Sya'ban tahun ke-2 dari hijrah Nabi ke Madinah. Peristiwa hijrah sendiri berlangsung kurang lebih 18 bulan sebelumnya. Perintah kewajiban berpuasa Ramadhan berserta beberapa aturan dasar yang terkait dengannya tercantum dalam QS al-Baqarah 183-187.
Saat Nabi sampai di Madinah, beliau menjumpai kaum Yahudi dari Bani Zufar berpuasa di Hari 'Asyura. Menurut mereka, itu hari dimana Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil serta menenggelamkan Fir'aun bersama balatentaranya. Menurut beliau, kaum muslimin lebih berhak terhadap Nabi Musa dibanding kaum Yahudi, maka beliau menyuruh kaum muslimin berpuasa juga. Sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, selain 'Asyura, ada puasa 3 hari dalam sebulan (tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan dalam penanggalan hijriyah). Setelah ada puasa Ramadhan, semua jenis puasa yang lain menjadi sunnah. Setiap muslim boleh memilih, berpuasa di saat itu atau tidak.
Pada tahun ke-2 H itu juga, tepatnya pertengahan Sya'ban, disyari'atkan pemindahan kiblat dari menghadap Baitul Maqdis di Palestina (arah utara Madinah) menjadi menghadap Ka'bah di Makkah (arah selatan Madinah), setelah sempat berjalan nyaris selama 18 bulan. Tahun itu juga disyari'atkan kewajiban membayar Zakat Fitrah. Rasulullah berkhutbah sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri dan memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakannya. Bulan Ramadhan tahun itu pula pecah Perang Badar Kubro, sebuah momen historis yang sangat menentukan dalam perjalanan dakwah Islam selanjutnya.
Mulanya, sepanjang bulan Ramadhan, siang maupun malam kaum muslimin dilarang mencampuri istri-sitrinya, namun masih boleh makan minum di malam hari. Setelah berlangsung beberapa saat, mereka terlihat pucat dan kemudian turun keringan dari Allah, dimana hal itu diizinkan akan tetapi di malam hari saja sampai terbit fajar. Hal ini tercantum dalam QS al-Baqarah 187.
Puasa adalah bagian dari lembar kehidupan spiritual Nabi. Membaca masalah ini tak bisa lepas dari kerangka besar tsb baik secara pribadi maupun secara umum terkait umatnya. Allah menegaskan bahwa diantara tujuan berpuasa adalah "la'allakum tattaqun", yakni agar kamu bertaqwa. Akar kata taqwa berarti "melindungi diri", dan diantara bentuk turunannya bermakna "perisai". Dari sini dapat dimengerti kemana arah puasa itu sendiri hendak dibawa.


Rujukan:
1.      Tafsir al-Qurthuby II/272 dst.
2.      Tafsir at-Thabari II/128 dst.
3.      Tafsir Ibnu Katsir I/214 dst.
4.      Syarh an-Nawawi 'ala Shahih Muslim I/178
5.      Tarikh ath-Thabari II/18
6.      As-Sirah al-Halabiyyah II/358 dst.
7.      Fathul Baari Syarh Shahih al-Bukhari VIII/178-183
8.      World Book Encyclopedia 2005 Deluxe Edition, topics: FAST, ISLAM, RAMADHAN, PARYUSANA, EASTER, LENT, YOM KIPPUR.
9.      Hari Libur dan Hari Lahir, Tira Pustaka Jakarta, 1984.


(*) Ramadhan 1427 H; pernah disampaikan dalam forum kajian yang diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum, Unibraw Malang