Kesabaran dan Kesungguhan - Serial Kutipan Indah (2)


Bismillahirrahmanirrahim

أَلاَ لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ   * سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانِ
ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاصْطِبَارٌ وَبُلْغَةٌ * وَإِرْشَادٌ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانِ
Ingatlah, engkau tidak akan bisa mendapat ilmu kecuali dengan enam perkara; aku akan memberitahumu keseluruhannya dengan jelas
Yaitu kecerdasan, kemauan kuat, kesabaran berlipat, bekal/biaya; bimbingan guru, dan waktu yang lama. (Imam asy-Syafi’i).[1]

لاَ يَطْلُبُ أَحَدٌ هَذَا الْعِلْمَ بِالْمُلْكِ وَعِزِّ النَّفْسِ فَيُفْلِحُ وَلَكِنْ مَنْ طَلَبَهُ بِذُلِّ النَّفْسِ وَضِيْقِ الْعَيْشِ وَخِدْمَةِ الْعُلَمَاءِ أَفْلَحَ
Tidak seorang pun akan beruntung dalam menuntut ilmu dengan bermodalkan kemewahan dan gengsi tinggi. Akan tetapi, mereka yang mencari ilmu dengan berbekal kerendahan diri, kesempitan hidup dan kesediaan untuk ber-khidmat kepada guru, maka dialah yang akan berhasil. (Imam asy-Syafi’i).[2]

لاَ يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ
Ilmu tidak akan bisa diraih dengan bersantai-santai. (Yahya bin Abi Katsir).[3]

إِيَّاكُمْ وَالْبِطْنَةُ فِي الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ فَإِنَّهَا مَفْسَدَةٌ لِلْجَسَدِ مَوْرَثَةٌ لِلْفَشْلِ مَكْسَلَةٌ عَنِ الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالْقَصْدِ فِيْهِمَا فَإِنَّهُ أَصْلَحُ لِلْجَسَدِ وَأَبْعَدُ عَنِ السَّرَفِ وَإِنَّ اللهَ لَيُبْغِضُ الْحَبْرَ السَّمِيْنَ
Jauhilah terlalu kenyang dalam makan dan minum, sebab ia merusak tubuh, mendatangkan kegagalan, dan membuat malas mengerjakan shalat. Hendaklah kalian (mengambil) seperlunya saja dalam makanan dan minuman, sebab yang demikian itu lebih besar maslahatnya bagi tubuh dan lebih jauh dari sikap melampaui batas. Sungguh, Allah membenci orang yang banyak ilmunya gemuk badannya. (‘Umar bin al-Khaththab).[4]

إِذَا امْتَلأَتْ الْمَعِدَةُ نَامَتْ الفِكْرَةُ وَخَرَسَتْ الْحِكْمَةُ وَقَعَدَتْ الأَعْضَاءُ عَنِ الْعِبَادَةِ
Jika lambung penuh, maka pikiran akan tertidur, hikmah menjadi bisu, dan anggota-anggota tubuh akan malas untuk beribadah. (Hikmah Luqman).[5]





[1] Diwan asy-Syafi’i, hal. 163.
[2] Adabul ‘Ulama’ wal Muta’allimin; adabul muta’allim fi nafsihi; hal. 13.
[3] Shahih Muslim, pada pembukaan bab Mawaqit ash-Shalah.
[4] Riwayat Abu Nu’aim dalam ath-Thibb an-Nabawi.
[5] Ihya’ Ulumiddin, II/283, bayanu fadhilatil juu’ wa dzammi asy-sab’i; lihat juga: al-It.hafat as-Sunniyah bil Ahadits al-Qudsiyah, hal. 156.