GAYA HIDUP SYETAN

 

Bismillahirrahmanirrahim


Adalah kecenderungan diantara teman-teman dekat untuk saling berbagi, curhat dan mengungkap kegembiraan maupun kesedihan yang dialaminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri juga senang berbincang-bincang dengan para sahabatnya, mengajari mereka dan meluruskan apa yang mungkin keliru. Namun, terkadang kita suka lupa untuk menyisakan sebagian dari diri kita sebagai rahasia pribadi yang tidak boleh diungkapkan kepada orang lain. Kita membagi semuanya, apa saja, besar atau kecil, hingga masalah yang paling tertutup dan privat. Salah satu hal yang dilarang keras untuk dibongkar kepada orang lain adalah masalah hubungan suami istri.
Asma’ binti Yazid radhiyallahu ‘anha bercerita, “Suatu kali, kami tengah berada bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ada laki-laki dan perempuan disana. Beliau bersabda: ‘Sepertinya, ada seorang laki-laki yang suka menceritakan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya (maksudnya, menceritakan hubungan suami istri). Atau, boleh jadi juga ada seorang perempuan yang suka menceritakan apa yang terjadi antara dia dengan suaminya.’ Maka, orang-orang (yang hadir) pun menjadi gaduh. Saya berkata: ‘Benar, wahai Rasulullah. Sungguh mereka (laki-laki) suka melakukannya, dan mereka (wanita) juga suka melakukannya’. Beliau bersabda: ‘Jangan lakukan itu! Sebab, itu sama seperti syetan jantan yang berjumpa dengan syetan betina di tengah jalan, lalu ia menyetubuhinya, sementara semua orang menontonnya.’” [Hadits riwayat ath-Thabrani dan al-Bazzar. Menurut al-Haitsami, ini hadits hasan, walau ada kelemahan pada salah seorang perawinya]
Menurut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kegemaran menceritakan kisah-kisah asmara privat seperti itu dapat diumpamakan dengan tindakan syetan yang menyetubuhi lawan jenisnya di tengah jalan, di depan mata semua orang yang menonton dan menyaksikan aksinya. Inilah gaya hidup syetan, yang tidak punya rasa malu dan tanpa pedoman moral. Yang ada hanyalah dorongan nafsu dan keinginan untuk memuaskannya segera, saat itu juga.
Sekarang, marilah kita menengok masyarakat di sekitar kita. Tidakkah kita menyaksikan fenomena yang lebih dahsyat dari ini? Anak-anak muda, lelaki dan perempuan, mengumbar nafsunya di tepi-tepi jalan yang remang-remang, di alun-alun kota, di taman-taman umum, di warung dan kafe? Mereka melakukannya tanpa merasa risih oleh lalu-lalangnya orang, tidak juga malu oleh tatapan mata siapa saja. Gaya hidup siapakah yang mereka tiru? Apakah Nabi dan para sahabatnya berbuat seperti ini?
Sungguh, jika “sekedar” menceritakan kisah hubungan suami istri saja sudah dianggap sebagai peniruan terhadap gaya hidup syetan, lalu bagaimana jika tindakan memadu asmara itu benar-benar dilakukan di jalan-jalan dan area publik? Bagaimana pula jika semua adegan itu difilmkan dan diobral melalui internet, televisi, handphone, VCD, bioskop, atau media lainnya?
Inilah saat-saat peran syetan semakin nyata, pada saat semua orang ditipu dengan film-film horor yang mengesankan syetan sebagai hantu-hantu gentayangan belaka. Film-film itu menampilkan syetan yang jauh, karena berada di tempat-tempat seram dan mudah dihindari. Semua orang dikaburkan pada satu kenyataan, bahwa sesungguhnya syetan bisa mengalir dalam diri kita seperti aliran darah. Ia tidak ada di kuburan seram, rumah sakit mangkrak, pohon besar, kamar nomor 13, atau pulau tak berpenghuni. Sebab, ia justru ada di dalam diri kita sendiri. Dari sanalah ia menggoda dan mengendalikan segala pikiran, perasaan, perkataan dan tindakan kita, lalu ia menjadikan kita sebagai budaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Sesungguhnya syetan itu mampu mencapai (tempat-tempat) dalam diri manusia, seperti kemampuan yang dicapai oleh aliran darahnya.” [Hadits riwayat al-Bukhari]
Kecenderungan untuk permisif pada standar moral dalam hubungan antara lelaki dan perempuan, juga dalam bergosip-ria diantara para sahabat dekat, termasuk kisah-kisah selebritis yang dijual oleh media dan produk-produk cabul yang dibuat dengan dalih seni, pada kenyataannya adalah bagian dari kampanye gaya hidup syetan ini. Kita semakin dibiasakan untuk mendengar kisah rahasia dalam kamar orang lain. Kita pun dididik untuk merasa nikmat dan enjoy saja memandangi gambar-gambar minim di internet maupun televisi, baliho-baliho iklan di sepanjang jalan, juga kemasan sabun mandi, shampoo, produk kecantikan dan segala kebutuhan lain yang kita beli. Lebih mengerikan adalah, ketika kita dibuat untuk merasa “normal” menyaksikan pasangan-pasangan muda-mudi mengumbar syahwatnya di taman-taman, kafe, pinggiran jalan, alun-alun kota, dan lain sebagainya. Gaya hidup siapakah ini jika bukan gaya hidup syetan yang telah berhasil ditransformasikan menjadi gaya hidup manusia?
Di penghujung hidupnya, yakni dalam kesempatan Haji Wada’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah di depan umatnya, dimana diantaranya isinya adalah, “Ingatlah, sesungguhnya syetan telah putus harapannya untuk bisa disembah lagi di negeri kalian ini untuk selama-lamanya. Akan tetapi, akan terjadi ketaatan kepadanya dalam amal-amal yang kalian anggap remeh, dan ia sudah akan merasa puas dengan hal itu.” [Hadits riwayat at-Tirmidzi, dan menurut beliau: hasan-shahih].
Demikianlah, syetan sudah merasa puas jika kita menaatinya dalam amal-amal yang kita anggap kecil dan remeh. Pelan-pelan syetan membuat kita terbiasa dengan kemaksiatan, sehingga akhirnya kita menganggapnya remeh dan “normal”. Bukankah kini banyak tindakan mesum terpapar dimana-mana tanpa dianggap aneh lagi, dan bahkan pelakunya pun tidak lagi merasa risih dan malu, dan menganggapnya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan dan minum saja?
Wa la haula wa la quwwata illa billah!

[*] 24 Ramadhan 1430 H; pernah dimuat dalam Lembar Tausiyah, BMH Malang